"Berdasarkan informasi dari masyarakat, pembangunan apartemen itu diduga melanggar ruang milik jalan (Rumija), tidak ada drainase dan DED (detail rencana teknik) kontruksi, dan dibangun di atas RTH (Ruang Terbuka Hijau)," katanya di Bekasi, Minggu.
Pembangunan apartemen Mutiara yang terletak di Jalan Ahmad Yani, Kelurahan Pekayon, Bekasi Selatan, dibangun di atas lahan seluas 5.000 meter oleh PT Gaya Land.
Menurut Aryanto, pada saat izin pembangunan apartemen dikeluarkan, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat belum ditetapkan sehingga belum diketahui secara pasti apakah lahan yang digunakan oleh apartemen Mutiara sudah sesuai dengan RTRW Kota Bekasi atau tidak.
"Dalam waktu dekat, kami segera melakukan penyesuaian RTRW nasional dan provinsi, dengan pengesahkan Perda RTRW," katanya.
Jika ternyata tidak sesuai dengan RTRW, kata dia, pihaknya akan membongkar bangunan tersebut. "Kami tegaskan, siapapun tidak berhak mengubah RTRW hanya untuk kepentingan bisnis, apalagi keuntungan pribadi," katanya.
Menurut Aryanto, masalah apartemen Mutiara saat ini sudah menjadi isu publik dan terkait dengan hukum, sehingga DPRD memiliki kewenangan untuk meminta kepada pihak pengembang agar menghentikan sementara segala bentuk transaksi jual beli kamar apartemen sampai ada keputusan hukum tetap dan hasil kajian lanjutan.
"Hal ini untuk menjamin hak konsumen dalam mendapatkan barang yang bebas dari masalah," katanya.
Menanggapi hal tersebut, Hani Iswadi, Kepala Bidang Pengendalian dan Pemanfaatan Ruang Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kota Bekasi, membantah bahwa pembangunan apartemen Mutiara ilegal.
"Proses pembangunan apartemen Mutiara sejak awal sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku," katanya.
Menurut dia, gugatan terhadap pembangunan apartemen Mutiara yang hingga kini ditangani oleh Kejaksaan Negeri Bekasi, muncul setelah ada konflik di internal PT Gaya Land.
"Penggugat, sepertinya kecewa sehingga membawa hal ini ke jalur hukum dan membongkar permasalahan internal perusahaan ke publik, padahal tidak ada masalah apapun," katanya.
Hani menjelaskan bahwa pembangunan sudah sesuai dengan IPPT (Izin Pemanfaatan Pengunaan Tanah) dan "site plan" yang diajukan oleh pihak pengembang.
"Rumija pun tidak melanggar aturan karena memang dibolehkan untuk memanfaatkan ruas milik jalan guna akses pintu keluar masuk," katanya.
Terkait lahan milik Departemen Pekerjaan Umum (DPU) seluas 2.500 meter persegi yang dimasukkan ke dalam "site plan", kata Hani, pihak pengembang sudah mendapatkan izin dari pihak terkait.
"Sedangkan untuk memperluas arealnya, pengembang sudah membeli tanah yang ada disekitarnya, sehingga tidak mengganggu lahan milik DPU," katanya.
Secara terpisah, General Manager Legal Apartemen Mutiara, Edi Wihardi, mengaku siap menghadapi gugatan dari pihak manapun.
"Sebab, semua proses pembangunan sudah berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku. Terkait masalah tanah DPU, sudah dilayangkan tiga surat penawaran, yaitu tukar guling, menyewa atau membeli. Kami masih tunggu jawabannya," katanya.
Edi menambahkan pembangunan apartemen Mutiara adalah salah satu program pemerintah untuk menyediakan perumahan 1.000 "tower" bagi masyarakat.
"Masyarakat tidak pelu merasa khawatir untuk membeli kamar apartemen Mutiara. Saya menjamin bahwa semua masalah yang ditujukan sama sekali tidak beralasan dan tidak memiliki landasan hukum yang kuat" katanya.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009