Dari siaran pers WWF Indonesia yang diterima ANTARA di Pekanbaru, Ahad, aksi hewan bertubuh tambun itu dilakukan karena Riau merupakan salah satu wilayah dengan tingkat deforestasi (kerusakan hutan) tertinggi di dunia.
Tingginya tingkat kerusakan hutan mengancam keberadaan satwa langka yang memiliki habitat alami di Riau seperti gajah dan harimau sumatera.
Aksi ini dilaksanakan sebagai partisipasi dalam aksi global mengenai perubahan iklim. Gajah dan mahot tim Flying Squad tersebut bergabung dengan lebih dari 4.300 komunitas lain di seluruh dunia di 170 negara.
Mereka berkeinginan mendorong para pemimpin dunia yang akan bertemu di Copenhagen, Desember mendatang untuk mengambil langkah cepat dan nyata menanggulangi perubahan iklim dan mengurangi emisi karbon.
Hutan di Sumatra sangat penting bagi masa depan rakyat Indonesia, bagi sistem penyangga kehidupan mereka, serta gajah dan spesies liar lainnya, katanya.
Penyelamatan hutan akan berperan penting dalam memperlambat perubahan iklim, ungkap Direktur Program Perubahan Iklim dan Energi WWF-Indonesia Fitrian Ardiansyah.
Menurut dia, hutan sangat efektif dalam menyimpan karbon, lebih lagi hutan dan rawa gambut dalam di Sumatra yang memiliki cadangan karbon dalam jumlah besar.
Ia mengatakan, Sumatra merupakan pulau terbesar keenam di dunia, adalah satu-satunya lokasi di mana harimau, gajah, orang utan dan badak hidup dalam habitat alami yang sama.
Aksi tim WWF-Indonesia tersebut dilaksanakan di hutan dataran rendah yang telah dibabat untuk perkebunan kelapa sawit ilegal serta hutan tanaman industri kertas di Riau.
Angka emisi karbon tahunan yang disebabkan oleh degradasi dan hilangnya tutupan hutan, beserta dekomposisi gambut dan kebakaran hutan dari provinsi Riau setara dengan 122 persen rata-rata emisi karbon tahunan negara Belanda.
"Emisi karbon adalah salah satu penyebab utama perubahan iklim. Hutan gambut Riau menyimpan cadangan karbon yang sangat besar sehingga menyelamatkan hutan tersebut akan secara signifikan mengurangi emisi karbon global," ujar Fitrian.
Menurut dia, Tim Flying Squad berpatroli di sekitar wilayah Taman Nasional Tesso Nilo, bertugas mengusir gajah liar yang berkeliaran di luar taman nasional dan merusak perkebunan warga.
Konflik antara manusia dan gajah merupakan permasalahan serius di Sumatra, disebabkan cepatnya pembabatan hutan sehingga gajah-gajah yang telah kehilangan habitatnya terpaksa merambah pemukiman warga.
Ia mengatakan, gajah yang menjadi anggota Tim Flying Squad ada empat gajah dewasa yang dulunya merupakan gajah liar yang ditangkap oleh pemerintah dengan status sebagai "gajah konflik".
"WWF dan petugas Taman Nasional Tesso Nilo saat ini memberdayakan gajah-gajah tersebut bersama dengan delapan pawangnya untuk mencegah konflik dengan cara mengusir gajah-gajah liar kembali ke dalam taman nasional," katanya.
Wilayah Tesso Nilo dan hutan lainnya di seluruh pulau Sumatra merupakan wilayah yang menjadi prioritas global WWF. Organisasi ini berupaya melindungi keberadaan gajah, harimau, orangutan dan badak melalui perlindungan hutan sebagai habitat alaminya.
WWF juga berupaya bersama dengan pemerintah Indonesia, perusahaan kertas dan kelapa sawit yang merupakan kontributor utama hilangnya hutan di Sumatra bagian tengah dalam mengidentifikasi dan mengalokasikan hutan dengan nilai konservasi tinggi serta mengimplementasikan perencanaan tata ruang pulau berbasiskan ekosistem. (*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009