Kupang (ANTARA News) - Pemerintah Australia menempatkan dua kapal di perbatasan Indonesia-Australia guna memantau pencemaran minyak di Laut Timor akibat meledaknya ladang minyak Montara pada 21 Agustus lalu.
"Ada dua kapal milik Australia yang ditempatkan di perbatasan untuk melakukan pemantauan pencemaran minyak di Laut Timor," kata Ketua Pos Komando (Posko) pencemaran minyak, Piter Fina di Kupang, Sabtu.
Pencemaran minyak mentah (crude oil) di wilayah perairan Laut Timor ini terjadi sejak meledaknya ladang gas Montara pada 21 Agustus lalu, yang memuntahkan sekitar 500.000 liter minyak mentah atau sekitar 1.200 barel setiap hari ke Laut Timor.
Dengan penempatan dua kapal tersebut, kata Kepala Administrator pelabuhan (Adpel) Tenau Kupang tersebut, maka Pemerintah Australia menganggap masalah pencemaran minyak di Laut Timor sangat serius dan butuh perhatian Negara Kanguru tersebut.
"Australia sangat serius menangani masalah pencemaran minyak di Laut Timor," katanya.
Pemerintah Indonesia belum menempatkan satu kapal pun untuk memantau pencemaran minyak di Laut Timor. Kendalanya, belum ada kapal yang disiapkan untuk memantau pencemaran tersebut.
"Kami dijanjikan oleh Dephub untuk diberikan kapal guna melakukan pemantauan pencemaran Laut Timor, namun kapalnya belum siap," katanya.
Berdasarkan hasil pertemuan dengan Departemen Perhubungan (Dephub), katanya, pihak Dephub menyatakan kesediaan untuk membantu sebuah kapal distrik navigasi untuk pantau pencemaran tersebut.
Sambil menunggu kapal tersebut, Posko pencemaran Laut Timor berinisiatif melakukan pemantauan dan pengambil sampel untuk dilakukan penelitian, apakah Laut Timor telah tercemar minyak yang diduga hasil kiriman dari ladang minyak Montara.
"Tim tersebut telah melakukan pemantauan dan pengambilan sampel, sejak Kamis (22/10) lalu," katanya.
Otorita Keselamatan Maririm Australia (AMSA) dalam laporannya kepada Dirjen Perhubungan Laut di Jakarta pada akhir September lalu, menyebutkan bahwa gumpalan minyak mentah itu sudah memasuki ZEE Indonesia, sekitar 51 mil dari Pulau Rote.(*)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009