"Melalui program ini, terbuka kesempatan luas bagi mahasiswa untuk memperkaya dan meningkatkan wawasan serta kompetensi di dunia nyata sesuai dengan passion dan cita-citanya," ujar Nadiem saat menjadi narasumber pada Konferensi Forum Rektor Indonesia (FRI) 2020 secara daring di Jakarta, Sabtu.
Dia mengajak untuk mengoptimalkan kebijakan Merdeka Belajar, Kampus Merdeka, untuk menyiapkan mahasiswa menjadi sarjana yang tangguh, relevan dengan kebutuhan zaman, dan siap menjadi pemimpin dengan semangat kebangsaan yang tinggi.
Dia menambahkan profil pelajar Pancasila yang berke-Tuhanan dan berakhlak mulia, dengan kebhinnekaan global, gotong royong, kreatif, bernalar kritis, dan mandiri merupakan ciri pelajar unggul untuk masa depan bangsa.
Baca juga: Mendikbud puji dua kepala sekolah inspiratif
Baca juga: Kemendikbud bantu mahasiswa terdampak pandemi COVID-19
Mendikbud meminta para pemangku kepentingan dan pengelola pendidikan tinggi untuk membangun sistem pendidikan yang lebih adaptif, inovatif dengan penyesuaian-penyesuaian yang berkaitan dengan mekanisme manajemen perguruan tinggi saat ini
"Perlu dipahami bahwasanya perubahan tidak berlangsung secara satu arah, namun saling terkait antara satu aspek dengan aspek yang lain sehingga sinergi, sinkronisasi, dan kolaborasi saat ini merupakan pilihan yang wajib dilakukan oleh para pengelola dan pemangku kepentingan perguruan tinggi," kata dia.
Dia menjelaskan melalui interaksi yang erat antara perguruan tinggi dengan dunia kerja, dengan dunia nyata, perguruan tinggi akan hadir sebagai mata air bagi kemajuan dan pembangunan bangsa, serta turut mewarnai budaya dan peradaban bangsa secara langsung.
Mendikbud juga menekankan pentingnya kolaborasi antara pendidikan vokasi dengan dunia industri.
"Pernikahan massal yang otentik dan organik akan menguntungkan semua pihak, bagi mahasiswa langsung dibimbing dalam ekosistem dunia kerja dan bagi industri diuntungkan karena mendapat tenaga kerja yang kompeten," kata Mendikbud.
Sebelumnya, Kemendibud meluncurkan kebijakan Merdeka Belajar : Kampus Merdeka. Terdapat empat penyesuaian kebijakan di lingkup pendidikan tinggi.
Kebijakan pertama adalah otonomi bagi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Swasta (PTS) untuk melakukan pembukaan atau pendirian program studi (prodi) baru. Otonomi itu diberikan jika PTN dan PTS tersebut memiliki akreditasi A dan B, dan telah melakukan kerja sama dengan organisasi dan/atau universitas yang masuk dalam QS Top 100 World Universities. Pengecualian berlaku untuk prodi kesehatan dan pendidikan.
Kebijakan kedua adalah program reakreditasi yang bersifat otomatis untuk seluruh peringkat dan bersifat sukarela bagi perguruan tinggi dan prodi yang sudah siap naik peringkat. Ke depan, akreditasi yang sudah ditetapkan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) tetap berlaku selama 5 tahun namun akan diperbaharui secara otomatis.
Kebijakan ketiga terkait kebebasan bagi PTN Badan Layanan Umum (BLU) dan Satuan Kerja (Satker) untuk menjadi PTN Badan Hukum (PTN BH). Kemendikbud akan mempermudah persyaratan PTN BLU dan Satker untuk menjadi PTN BH tanpa terikat status akreditasi.
Kebijakan keempat akan memberikan hak kepada mahasiswa untuk mengambil mata kuliah di luar prodi dan melakukan perubahan definisi Satuan Kredit Semester (SKS).
Saat ini bobot sks untuk kegiatan pembelajaran di luar kelas sangat kecil dan tidak mendorong mahasiswa untuk mencari pengalaman baru, terlebih di banyak kampus, pertukaran pelajar atau praktik kerja justru menunda kelulusan mahasiswa.*
Baca juga: Kemendikbud: Guru Penggerak tidak hanya untuk sekolah negeri
Baca juga: Mendikbud dorong Guru Penggerak jadi kepala sekolah
Pewarta: Indriani
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020