Jakarta (ANTARA News) - Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) merasa sangat prihatin karena pada masa kepemimpinan Dirjen Bea Cukai, Anwar Suprijadi sekarang ini telah terjadi lonjakan jumlah dokumen banding yang masuk ke Majelis Pertimbangan Pajak.

Jumlahnya mencapai ribuan dokumen dibanding pada masa sebelumnya yang hanya mencapai ratusan buah setiap tahunnya .

"Pada era Dirjen Bea Cukai sekarang, dokumen banding yang masuk ke Majelis Pertimbangan Pajak setiap tahunnya bisa mencapai sekitar 6.000 dokumen," kata Ketua Umum GINSI Amirudin Saud kepada ANTARA News di Jakarta, Jumat.

Sementara itu pada era dirjen Permana Agung, dokumen banding yang masuk ke Majelis Pertimbangan Pajak hanya berkisar antara 150 hingga 200 dokumen, demikian juga pada era kepemimpinan mantan dirjen Eddy Abdurahman hanya terjadi kenaikan tipis yakni 200-250 dokumen setiap tahunnya.

"Masyarakat perlu bertanya-tanya mengapa jika pada era dirjen-dirjen sebelumnya hanya ada ratusan dokumen banding dari para importir dan eksportir, maka kini terjadi lonjakan yang mencapai ribuan persen," katanya.

Amirudin, yang sudah lebih dari 22 tahun menjadi Ketua Umum GINSI menyatakan bahwa hal ini "bisa disimpulkan bahwa kinerja Ditjen Bea Cukai di bawah kepemimpinan sekarang jelek sekali."

Kalau kinerja para petugas Bea Cukai terus membaik, tentunya dokumen banding yang diajukan para importir atau pun eksportir tidak akan melonjak secara drastis.

Pengangkatan kembali Sri Mulyani Indrawati sebagai Menteri Keuangan untuk periode kedua pada era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diharapkan akan mendorong pucuk pimpinan tertinggi Departemen Keuangan untuk mengevaluasi secara menyeluruh dan mendalam tentang kinerja para pejabat eselon satu.

Ia mengatakan Dirjen Bea Cukai merasa tidak harus memiliki jalinan kerja sama yang baik dengan para importir ini, padahal mereka ini adalah abdi negara yang tugas utamanya adalah melayani masyarakat termasuk para importir dan juga eksportir.

"Dokumen banding yang setiap tahunnya bisa mencapai sekitar 6.000 buah menunjukkan kinerja aparat yang paling buruk," kata Amirudin Saud.  (*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009