Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis anak dr Rina Triasih mengatakan penghentian konsumsi obat oleh pasien pengidap tuberkulosis atau TBC sebelum waktu yang ditentukan akan berakibat penyakit tersebut kebal terhadap obat yang diberikan, sehingga sulit untuk disembuhkan.
"Kadang-kadang orang tua merasa anaknya sudah sembuh, sehingga tidak perlu lagi mengonsumsi obat, padahal ini berbahaya," katanya saat diskusi daring yang diselenggarakan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang dipantau di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Pasien TBC harus lebih waspadai COVID-19
Baca juga: Kemenkes uji petik virus corona dua pasien TBC
Ia mengatakan apabila seseorang mengidap TBC ringan, maka konsumsi obatnya membutuhkan waktu sekitar enam bulan dan TBC berat harus mengonsumsi obat hingga 12 bulan.
Namun, beberapa kasus yang terjadi, saat pasien baru mengonsumsi obat sekitar satu bulan dan sudah merasa sehat obat tersebut tidak dilanjutkan. Hal inilah yang berbahaya terhadap kesembuhan penyakitnya. "Akibatnya TBC ini kebal obat. TBC kebal obat ini pengobatannya lebih sulit," kata dia.
Ia mengemukakan beberapa waktu lalu ada kasus seorang anak penderita TBC kebal obat sehingga harus disuntik setiap hari selama enam bulan.
Baca juga: Kemarin, virus corona di 14 negara hingga Indonesia bebas TBC
Baca juga: Lakukan TOSS untuk eliminasi kasus TBC
Namun saat ini, ujar Rina, pengobatan TBC yang kebal obat sudah bisa dalam bentuk kemasan atau bisa diminum, tetapi jumlah obatnya cukup banyak. "Masa pengobatannya masih 18 bulan dan efek sampingnya lebih banyak," ujar dia.
Guna mencegah penyakit menular tersebut, ia menganjurkan orang tua agar memberikan vaksin Bacillus Calmette Guerin (BCG) pada anak. Selain itu, meskipun sehat setiap anak sebaiknya diberikan obat pencegah TBC.
"Obat pencegahan ini kita berikan kepada anak yang tidak sakit, namun kontak erat dengan pengidap TBC dewasa," ujarnya.
Baca juga: Presiden Jokowi siapkan Perpres tentang Pemberantasan TBC
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020