Los Angeles (ANTARA News/Xinhua-OANA) - Racun yang dihasilkan oleh jamur pada padi-padian dapat mengakibatkan kanker hati jika dikonsumsi dalam jumlah banyak, kata sejumlah peneliti di University of California, Irvine (UCI).
"Mengejutkan betapa besar jamur ini dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat," kata Sheryl Tsai, pembantu profesor bidang sains farmasi dan biokimia, sebagaimana dikutip oleh satu studi yang disiarkan di dalam jurnal "Nature", Kamis.
Itu adalah untuk pertama kali ilmuwan telah menemukan apa yang memicu pembentukan racun, yang dapat mengarah kepada metode pembatasan produksinya.
Menurut beberapa laporan, sebanyak 4,5 miliar orang di negara berkembang sangat terpajan terhadap sangat banyak racun itu, yang disebut "aflatoxin", yang seringkali ratusan kali lebih tinggi dari ambang batas aman.
Di beberapa negara, gabungan "aflatoxin" dan pajanan virus hepatitis B meningkatkan kemungkinan munculnya kanker liver sampai 60 kali, dan penyebab kanker yang berkaitan dengan racun jadi 10 persen dari semua kematian di negara-negara tersebut.
Tsai, mahasiswa Strata 1 Tyler Korman dan mahasiswa Oliver Kamari-Bidkorpeh, bersama dengan para peneliti dari Johns Hopkins University, menemukan bahwa satu protein yang disebut PT penting bagi "aflatoxin" untuk terbentuk pada jamur.
Tsai mengatakan protein PT adalah kunci untuk membentuk racun. Dengan pengetahuan itu, para ilmuwan dapat membasmi PT dengan obat, dan menghalangi kemampuan jamur untuk membuat "aflatoxin"
"Aflatoxin" dapat menjajah dan mencemari kacang dan padi-padian sebelum panen atau selama penyimpanan. U.S. Food & Drug Administration menganggapnya sebagai pencemar makanan yang tak dapat dihindari tapi menetapkan batas maksimum yang diizinkan.
Cara pencemaran tradisional ialah menghancurkan jamur daripada hanya PT, tapi itu mahal dan menelan biaya ratusan juta dolar AS di seluruh dunia.
Para peneliti menyatakan temua itu akan mengarah kepada peningkatan pemahaman mengenai bagaimana "aflatoxin" mengakibatkan kanker hati pada manusia.
Temuan tersebut juga memberi pemahaman mengenai mekanisme produksi "carcinogen" serta yang kelihatan kecil tetapi sebenarnya melemahkan manusia yang dapat menjadi sasaran bagi generasi baru inhibitor.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009