Jakarta (ANTARA) - Armida Salsiah Alisjahbana dipercaya oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II.
Nama Armida muncul di saat-saat terakhir pemilihan calon menteri oleh Presiden terpilih Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden terpilih Boediono. Armida baru diuji pada Senin (19/10) bersama empat calon menteri lainnya.
Kemunculan nama Armida tidak diduga sebelumnya, sebab Armida merupakan profesional yang sebelumnya tidak disebut-sebut sebagai salah satu calon menteri bidang ekonomi dalam kabinet ini.
Nama-nama seperti Raden Pardede, Chatib Basri, Anggito Abimanyu dan M Ikhsan dan Bambang PS Brodjonegoro sebelumnya menjadi bahan pemberitaan yang santer sebagai calon menteri di bidang ekonomi.
Armida sendiri melengkapi empat perempuan lainnya yang menjadi menteri dalam kabinet pemerintahan SBY-Boediono ini.
Sebelumnya, pada Sabtu (17/10), dua perempuan calon menteri telah datang yaitu Menkeu Sri Mulyani dan Mendag Mari Elka Pangestu.
Sementara pada Minggu (18/10), hadir juga dua perempuan lain yaitu Ketua Kowani Linda Agum Gumelar, dan ahli bedah mata DR Nila Djuwita Moeloek.
Bila kelima perempuan yang dipanggil Yudhoyono ini benar menjadi anggota KIB II, maka jumlah itu lebih besar dibanding perempuan yang jadi anggota KIB I.
Siapa Armida?
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Paskah Suzetta yang akan digantikan mengaku lega bila digantikan Armida.
Menurut dia, Armida merupakan profesional yang berbobot.
"Ayahnya Mochtar Kusumaatmadja dulu juga seorang menteri luar negeri yang disegani," katanya saat bertemu dengan wartawan Pokja Bappenas.
Ia menuturkan, sebagai seorang akdemisi, Armida juga dikenal handal, yang terlihat dari hasil berbagai pekerjaan yang pernah disandangnya.
"Seorang guru besar dan saat ini juga turut membantu di kementerian keuangan dan juga pernah berpartisipasi dan bekerjasama di Bappenas," katanya.
Ia pun mengaku lega karena seorang profesional yang terpilih. "Saat inikan dasar-dasarnya sudah terbentuk, bangunannya telah ada dasarnya, maka tingga `finishing` (dilanjutkan ke tahap lanjut). Kalau dari politisi kan biasanya akan mengubah bangunan lagi dimulai dari awal lagi," katanya.
Armida lahir 16 Agustus 1960. Dalam karier pendidikannya dia menyelesaikan masa kesarjanaannya di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada 1985.
Ia melanjutkan pendidikannya hingga meraih gelar Master of Art di bidang ekonomi di Universitas Northwestern, Illinois, AS, pada 1987.
Kemudian Armida yang diboyong suaminya ke AS, meneruskan pendidikannya di Universitas Washington dan memperoleh gelar doktor di bidang ekonomi pada 1994.
Armida yang sejak kecil bercita-cita menjadi seorang ekonom, kini menjabat sebagai wakil dekan fakultas ekonomi Unioversitas Padjajaran.
Pengalaman kerja Armida pun sangat beragam, mulai dari seorang konsultan di Bank Dunia, hingga menjadi tim asistensi menteri keuangan.
Armida merupakan sosok yang memiliki keahlian di bidang Keuangan Publik, ekonomi tenaga Kerja, ekonomi pendidikan dan Mikro ekonomi, demikian ia menuliskan dalam riwayat hidupnya.
Dia pun di antaranya pernah menjabat sebagai Konsultan Bank dunia dalam Pendidikan di Indonesia pada Oktober 2007-Maret 2008, anggota komite perencanaan pembangunan di Jawa Barat Agustus 2007-Desember 2008, anggota tim asistensi menteri keuangan untuk desentralisasi fiskal Maret 2006 hingga 2009.
Selain itu, dia juga pernah menjadi anggota tim monitoring eksternal di bawah koordinasi Menteri Koordinator Perekonomian Juli 2006 hingga 2009, ketua gugus tugas review hukum no 13/2003 terkait UU perlindungan tenaga kerja bertanggung jawab kepada Menteri Koordinator perekonomian pada Mei 2006-Agutus 2006, konsultan Bank Dunia untuk peningkatan iklim Usaha di daerah pedesaan Juni 2005-Juni 2006, serta konsultan Bank dunia dalam isu tenaga kerja dan emiskinan di Indonesia Oktober 2005-November 2005.
Tugas Pertama
Paskah Suzetta mengungkapkan, dalam 100 hari pertama, prioritas utama menteri yang baru adalah mengurangi hambatan-hambatan ekonomi di sektor regulasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi 6-7 persen per tahun.
Menurut dia, hambatan akibat regulasi telah menjadi beban ekonomi. "Untuk mendorong pertumbuhan yang lebih tinggi, maka hambatan ini menjadi prioritas, kalau pembangunan fisik itu bisa lewat Rencana Kerja Pemerintah yang sudah disiapkan," katanya.
Deputi Bidang Regional dan Otonomi Daerah Bappenas, Max Hasudungan Pohan, menilai, pengentasan kesenjangan antardaerah juga harus diperhatrikan untuk mendorong pertumbuhan yang lebih baik.
Hal itu ditujukan untuk menjaga dan menggerakkan pertumbuhan di daerah, khususnya daerah perbatasan, kawasan perdesaan, daerah pedalaman, dan daerah kepulauan terdepan.
"Permasalahan ini menyebabkan, belum optimalnya pemanfaatan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif, terutama pengelolaan sumber daya agraris dan maritim, sebagai basis ekonomi wilayah dan dasar keunggulan daya saing nasional. Sehingga, target pertumbuhan 7-8 persen bisa tercapai," katanya.
Pengamat Ekonomi Ichsanuddin Noorsy juga menyampaikan hal yang sama. "Meski tidak seperti orde baru, tapi Bappenas tetap merupakan pilar penting dalam membentuk tata ruang ekonomi Indonesia. Kalau tata ruangnya aja hancur, ya tentunya nggak jalan," katanya.
Pengamat lainnya, Tony A Prasetyantono, menilai, Bappenas sebagai tempat perencanaan perlu memiliki cetak biru pembangunan yang mumpuni, terutama menyangkut koordinasi pusat dan daerah. (*)
Oleh Oleh Muhammad Arief Iskandar
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009