Mantan pebulutangkis nasional Taufik Hidayat di Jakarta, Rabu, menyampaikan keyakinannya bahwa prestasi olah raga Indonesia akan semakin terpuruk jika pemerintah tidak secara total memikirkan atlet setelah pensiun.
"Di masa sekarang akan semakin sedikit orang yang mau menjadi atlet, karena masa depannya tidak pasti, padahal mereka harus mengorbankan masa mudanya untuk berlatih keras menjadi atlet," kata peraih medali emas Olimpiade Athena itu.
Ia mencontohkan dirinya sendiri yang diberi pilihan oleh orangtuanya saat duduk di kelas 1 SMA apakah akan memilih menjadi atlet atau melanjutkan sekolah.
Taufik mengatakan, ia harus meyakinkan orangtuanya bahwa ia bisa hidup dari olah raga sebelum mendapat restu untuk menjadi atlet.
"Seandainya pemerintah bisa meminta satu perusahaan nasional untuk memberikan pensiun bagi satu saja atlet berprestasi, saya rasa akan banyak anak muda yang ingin menjadi atlet," katanya seraya mengambil contoh rekannya pebulutangkis Malaysia Lee Chong Wei yang sudah dijamin masa pensiunnya, meskipun hanya meraih medali perak Olimpiade Beijing.
Taufik mengakui apa yang dilakukan Menegpora sebelumnya, Adhyaksa Dault, dengan memberi rumah dan peluang menjadi Pegawai Negeri Sipil bagi atlet berprestasi adalah satu terobosan yang bagus, namun ia menegaskan bahwa tidak semua atlet bisa menjadi karyawan.
Berbeda dengan Taufik, pebulutangkis yang belum setahun masuk Pelatnas Cipayung, Fran Kurniawan, berharap pemerintah lebih banyak memberi kesempatan atlet muda bertanding.
"Karena kami sudah mengorbankan segalanya, yang kami harapkan sebagai atlet adalah dukungan dana dari pemerintah agar atlet-atlet muda mendapat kesempatan bertanding lebih banyak," kata Fran yang sedang berlaga dalam turnamen Super Series Denmark Terbuka.
Ia mengaku sedih karena seringkali menghadapi kenyataan beberapa atlet harus batal bertanding ke luar negeri akibat keterbatasan dana.
Pembatalan berangkat juga hampir dialami atlet yang berlaga di Denmark Terbuka meskipun akhirnya jumlah pelatih yang dikurangi sehingga semua atlet yang dipersiapkan tetap berangkat.
Pada Denmark Terbuka yang berlangsung di Odense, 20-25 Oktober itu tim Indonesia hanya didampingi dua pelatih, pelatih tunggal putra Davis Efraim dan ganda campuran Yanti Kusmiati. Hal itu tidak pernah terjadi sebelumnya karena biasanya dalam turnamen Super Series setiap nomor yang diikuti selalu didampingi pelatih.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009