Jakarta (ANTARA News) - Jika selama ini sektor teknologi dan informasi identik dengan dunia masa depan yang serba canggih, maka Tifatul Sembiring ingin memberikan sentuhan citra yang berbeda.
Presiden PKS itu berpendapat sudah saatnya sektor ICT (Information Communication and Technology) diarahkan untuk berkonsep ramah lingkungan.
"Kalau saya mendapat amanah, saya ingin mewujudkan Indonesia yang informatif yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mengimplementasikan teknologi yang merakyat dan ramah lingkungan," kata pria kelahiran Bukittinggi, Sumbar, 28 September 1961 itu.
Tifatul saat ini sudah resmi mengemban jabatan Menteri Telekomunikasi dan Informatika (Menkominfo) Kabinet Indonesia Bersatu II periode 2009-2014.
Ayah 9 anak itu bertekad menerapkan sejumlah teknologi yang adaptif bagi lingkungan hidup di antaranya konsep green BTS untuk sektor telekomunikasi.
Ia mengupayakan agar menara telekomunikasi dan BTS-nya menyuplai energi bukan lagi dari solar sehingga tidak perlu lagi menarik panjang kabel-kabel PLN.
"Kita akan sinergi dengan Departemen Pertanian agar mereka menyiapkan biogas dari kotoran sapi untuk menyuplai listrik bagi BTS," kata anak pasangan M. Ruman Sembiring dan Darnis M. Noor itu.
Saat banyak orang meragukan kapasitas dan programnya sebagai Menkominfo, Tifatul mengatakan, segala sesuatu melalui proses pembelajaran.
Ia mengaku tidak asing lagi dengan persoalan teknis karena sebelumnya dia telah bertahun-tahun akrab dengan permasalahan itu.
"Saya selama delapan tahun menangani teknis mengefisiensikan bahan bakar," kata suami Sri Rahayu Purwatiningsih itu.
Selepas tamat dari Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Informatika dan Komputer, Jakarta, Tifatul melanjutkan studinya ke International Politic Center for Asian Studies Strategic Islamabad, di Pakistan.
Pada 1982 ia bekerja di PT PLN di bagian pusat pengaturan beban Jawa-Bali-Madura sampai 1989. Sejak tahun ini, Tifatul bertekad menekuni bisnis mandiri dan bermetamorfosis sebagai Direktur Asadudin Pres di Jakarta.
Sejak masih duduk di bangku sekolah, Tifatul sudah aktif di berbagai organisasi mulai Pelajar Islam Indonesia (PII) hingga Korps Mubaligh Khairu Ummah.
Pada 1990-an, dia sempat menjadi aktivis di Yayasan Pendidikan Nurul Fikri. Pria itu juga tercatat sebagai salah satu pendiri Partai Keadilan, yang kemudian berganti nama menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Kiprahnya gemilang, hingga setahun kemudian dinobatkan menjadi Humas partai tersebut. Dia hanya perlu waktu satu tahun untuk kemudian menjabat sebagai Ketua DPP PKS Wilayah Dakwah I Bagian Sumatra.
Pada Oktober 2004, dia menjadi Pejabat Sementara Presiden PKS sampai dengan April 2005. Saat itulah kehidupannya berubah. Dia semakin sibuk dengan dunia partai politik, manakala resmi ditetapkan sebagai Presiden PKS.
ICT Semua Lini
Kehidupan Tifatul Sembiring sekeluarga segera berubah pascaresmi menjabat sebagai Menkominfo.
Meski begitu, istri Tifatul, Sri Rahayu Purwatiningsih, mengaku siap mendukung tugas-tugas kepala rumah tangganya itu.
"Kami sudah terbiasa dengan ritme Bapak yang dari dulu selalu sibuk dengan tugas-tugas. Kami sudah sangat memahami dan akan terus mendukung," kata ibu 9 anak itu.
Tifatul mengaku semakin semangat dengan suppor keluarga. Dengan tekadnya ia berupaya untuk menyusupkan ICT ke semua lini kehidupan berbangsa.
Penggemar futsal dan bulutangkis itu, mengatakan, sudah ada setumpuk persoalan menghadang di depan mata setelah dirinya resmi dinobatkan menjadi Menkominfo.
"Ada empat PR besar yang harus segera kita perbaiki dari sektor komunikasi dan informatika," kata Tifatul.
Ia mengatakan, Indonesia memiliki masalah dalam hal perbedaan kemudahan akses di kota besar dan daerah terpencil yang sangat besar.
Persoalan kedua adalah kurangnya informasi edukatif dari media komunikasi tanah air. Ia berpendapat, komunikasi edukatif masih sangat lemah di mana 75 persen tayangan yang ada di media siaran Indonesia dinilai tidak mendidik.
"Sebagai Menkominfo saya ingin komunikasi yang lancar dan informasi yang benar dalam arti lancar, mudah, dan bermanfaat," katanya.
Masalah yang ketiga yang menghadang dunia komunikasi dan informatika adalah infrastruktur ICT yang masih sangat lemah.
"Dan persoalan yang terakhir adalah layanan informasi kita masih sangat kurang," katanya.
Sektor informasi dan komunikasi, menurut Tifatul, sangat potensial untuk digarap karena ada studi yang menyebutkan bahwa investasi ICT bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi 3-5 persen.
Tifatul sendiri secara pribadi ingin Kominfo menjadi penggerak pembangunan bangsa, pengaplikasi produk lokal, penyerap tenaga kerja, sebagai alat pencerdasan kehidupan bangsa, dan alat demokrasi.
"Institusi ini juga potensial untuk menjaga NKRI karena sampai saat ini masih banyak daerah yang belum tersentuh akses telekomunikasi terutama di wilayah terluar dan terpencil," katanya.
Oleh karena itu, ia bertekad merangsang para vendor telekomunikasi untuk lebih mengembangkan perannya di seluruh bagian wilayah Indonesia.
"Dengan begitu tidak akan ada lagi wilayah -blank spot` di Indonesia," katanya.
100 Desa Komputer
Tifatul Sembiring memprogramkan dalam 100 hari pertama kerjanya sebagai Menkominfo, akan mewujudkan 100 desa komputer.
"Dalam 100 hari pertama bekerja sesuai target yang ditetapkan Presiden saya akan mewujudkan 100 desa komputer," katanya.
Ia mengatakan, program itu merupakan bagian dari `grand` desain programnya yakni 10.000 desa komputer sampai dengan 2014.
Secara khusus, Tifatul bertekad sistem komputerisasi bisa masuk ke seluruh sendi masyarakat mulai lembaga pendidikan, bisnis, hingga pemerintahan.
"Bagaimana kita upayakan agar komputer bisa masuk ke lembaga pendidikan supaya mampu meningkatkan SDM kita," katanya.
Selain itu, komputer harus mendukung sektor bisnis agar semakin berdaya saing tinggi.
Dan sistem pemerintahan yang terkomputerisir, menurut Tifatul, sangat penting untuk meminimalisir praktek Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN).
"E-government harus kita upayakan untuk meminimalisir KKN," katanya.
Ke depan, Tifatul mengharapkan seluruh pegawai hingga ke tingkat pemerintahan terbawah bekerja dengan sistem on-line sehingga tidak perlu menerima uang cash secara langsung dari masyarakat.
Ia berpendapat, pegawai cukup menerima resi dalam bentuk kertas sehingga praktek "sogok-menyogok" dapat diminimalkan melalui sistem on-line.
(*)
Oleh Oleh Hanni Sofia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009