Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan bersinergi dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, dalam rangka menggelar pelatihan pembuatan biskuit rumput laut secara daring ke berbagai wilayah Nusantara.
"Pelatihan ini merupakan bentuk kerja sama KKP dan Kemendes PDTT dalam membina masyarakat kelautan dan perikanan, khususnya yang berada di daerah tertinggal, terluar, dan terdepan," kata Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) KKP, Sjarief Widjaja dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.
Pelatihan pembuatan biskuit rumput laut ini dilaksanakan secara daring menggunakan aplikasi Zoom dan diikuti oleh 1.662 peserta yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia dengan beragam profesi.
Baca juga: Pandemi, KKP tebar benih rajungan untuk ketersediaan stok
Pelatih yang berasal dari Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan (BPPP) Banyuwangi, Jawa Timur, mendemonstrasikan proses pembuatan, sementara peserta ikut mempraktikkan dari lokasi masing-masing.
"Kami melihat bahwa desa-desa kita, terutama daerah pesisir mempunyai potensi yang luar biasa. Indonesia merupakan salah satu penghasil rumput laut terbesar di dunia. Tapi sayangnya, sebagian besar rumput laut produksi Indonesia ini kita ekspor ke luar negeri dalam bentuk mentah atau bahan baku," ujar Sjarief.
Untuk itu, ujar dia, sudah saatnya Indonesia mengembangkan kapasitas nasional dengan mengubah perdagangan rumput laut yang didominasi bahan baku dan produk bernilai rendah menjadi olahan bernilai tambah.
Selama ini, rumput laut banyak diolah menjadi agar-agar, karaginan, semi refined karaginan, alginate, rumput laut yang bisa dimakan (nori, kombu, dan wakame), maupun makanan olahan rumput laut (dodol, kripik, permen, biskuit), serta pupuk cair maupun produk nonpangan lainnya.
"Biskuit merupakan salah satu camilan utama yang banyak dikonsumsi masyarakat. Untuk itu, kita buat inovasi dengan menambahkan rumput laut jenis Eucheuma cottonii yang cukup baru dan menarik. Kita berharap, ini dapat menjadi ide usaha baru bagi masyarakat," ucap Sjarief.
Baca juga: Menteri Edhy ingin pelajari teknologi ekonomi perikanan Norwegia
Sementara Dirjen Pengembangan Daerah Tertentu (PDTU) Kemendes PDTT, Aisyah Gamawati mengatakan, kegiatan ini merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menggiatkan aktivitas ekonomi di tengah pandemi COVID-19 yang sedang melanda.
"Kita harus bisa mencari peluang dan mengatur strategi agar kita tetap produktif sehingga perekonomian rumah tangga tetap dapat dipertahankan," ujar Aisyah.
Aisyah menambahkan, untuk dapat berproduksi, beberapa pelaku usaha menghadapi hambatan untuk memperoleh bahan baku, terutama bahan baku impor.
Namun, lanjutnya,, banyak sekali bahan baku yang dapat diproduksi di Indonesia sendiri, salah satunya yang berasal dari hasil laut. Dengan laut mencapai 70 persen dari keseluruhan wilayah Indonesia, dapat ditemukan berbagai jenis sumber daya seperti ikan, udang, cumi, garam hingga rumput laut.
Berdasarkan data, Dd Indonesia terdapat 555 jenis rumput dari sekitar 8.000 jenis yang ada di dunia. Rumput laut Indonesia ini juga telah lama dikonsumsi oleh masyarakat, terutama di daerah pesisir.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, pada pengembangan industri rumput laut nasional tahun 2018-2020, terdapat 23 perusahaan pengolah karaginan (ekstraksi rumput laut) dengan kemampuan produksi 25.992 ton per tahun dan 14 perusahaan pengolah agar dengan kemampuan produksi 7.658 ton per tahun.
Namun demikian, disebutkan bahwa pemanfaatan industri-industri tersebut masih sekitar 50-54 persen saja.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020