Jakarta (ANTARA News) - Ahli uroginekologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof dr Junizaf SpOG-K mengatakan, hampir separuh perempuan yang sudah pernah melahirkan mengalami gangguan disfungsi dasar panggul.

"Menurut hasil penelitian yang dilakukan di luar negeri, gangguan itu dialami hampir 50 persen perempuan yang pernah melahirkan," kata Guru Besar Tetap Obstetri & Ginekologi FKUI itu di Jakarta, Selasa.

Keluhan disfungsi dasar panggul perempuan yang dia maksud terdiri atas prolaps organ panggul atau yang lebih dikenal dengan turun peranakan, inkontinensia urin (ngompol), inkontinensia alvi (gangguan buang air besar), disfungsi seksual, dan kelainan bawaan genital.

Menurut dia, disfungsi dasar panggul antara lain ditandai dengan kesulitan menahan kencing, susah buang air besar dan perdarahan pada anus atau alat kelamin.

Penyebab munculnya gangguan, menurut dia, antara lain terlalu banyak melahirkan bayi atau melahirkan bayi berukuran terlampau besar, pertambahan usia, perubahan hormonal akibat menopause, obesitas, kelainan sifat jaringan dan faktor genetik.

"Juga karena keadaan yang menyebabkan tekanan intraabdominal turun, seperti mengangkat beban terlalu berat," katanya.

Meski tidak mengakibatkan kematian, dia melanjutkan, disfungsi dasar panggul menyebabkan cacat yang mengganggu aktifitas perempuan dan menurunkan kualitas hidup mereka apabila tidak segera dicegah dan diobati.

Gangguan itu, kata dia, antara lain bisa dicegah dengan pembatasan frekuensi melahirkan, menjaga berat badan tetap normal serta rutin melatih otot alat kelamin dan kandung kemih.

"Senam `kegel` secara rutin tiga kali sehari akan membuat otot-otot pada anus dan vagina kuat sehingga gangguan itu tidak terjadi. Selain untuk pencegahan, metode ini juga bisa dilakukan untuk mengatasi gangguan yang sifatnya ringan," katanya.

Sementara gangguan yang berat, Junizaf melanjutkan, diatasi dengan merangsang kerja otot-otot terkait menggunakan alat atau dengan tindakan operatif.

"Tindakan operatif dilakukan kalau gangguan itu sudah sama sekali tidak bisa ditahan. Selain untuk memperbaiki organ, tindakan operatif dilakukan untuk mengangkat rahim bagi mereka yang sudah tidak ingin punya anak," katanya menjelaskan.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009