Hal tersebut berpotensi membahayakan karena dapat merugikan masyarakat pembudidaya lobster secara jangka panjang
Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim menyatakan, berbagai kebijakan di sektor kelautan seperti regulasi yang mengizinkan ekspor benih lobster secara ketat, jangan hanya berdasarkan kepentingan ekonomi jangka pendek.
Abdul Halim di Jakarta, Kamis, menyatakan bahwa Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 12/2020 yang membolehkan ekspor benih lobster dinilai berdasarkan pertimbangan jangka pendek yang digunakan, yakni kepentingan ekonomi dari sudut pandang negara.
Menurut dia, hal tersebut berpotensi membahayakan karena dapat merugikan masyarakat pembudidaya lobster secara jangka panjang.
Ditanyakan mengenai regulasi Menteri Kelautan dan Perikanan yang memberlakukan kuota ketat dan juga persyaratan bahwa yang mengekspor juga harus menerapkan budidaya lobster dengan baik dan diawasi berkala oleh KKP, Abdul Halim berpendapat bahwa hal tersebut hanya fakta "di atas kertas".
Ia berpendapat bisa saja ada kejanggalan seperti misalnya ada pihak yang menyatakan diri sebagai kelompok pembudidaya lobster di bawah perusahaan eksportir, namun bila dilihat berdasarkan rekam jejaknya dapat diketahui apakah perusahaan itu benar-benar pernah terlibat atau tidak dalam urusan budidaya lobster.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo meyakini bahwa Kementerian Kelautan dan Perikanan bisa mengontrol pengawasan komoditas lobster, meski ada pihak yang tidak setuju mengenai dibukanya kembali ekspor benih lobster.
Menteri Edhy mengemukakan, alasan utama KKP mengizinkan ekspor benih lobster untuk membantu belasan ribu nelayan kecil yang kehilangan mata pencarian akibat terbitnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 56/2016.
Sebagaimana diketahui, peraturan yang muncul pada era Susi Pudjiastuti tersebut melarang pengambilan benih lobster baik untuk dijual maupun dibudidaya.
Menteri Edhy menepis anggapan bahwa Permen KP No.12 tahun 2020 yang mengatur soal ekspor benih lobster condong ke kepentingan korporasi.
"Ekspor ini tidak hanya melibatkan korporasi tapi juga nelayan. Karena penangkap benihnya kan nelayan. Terdapat 13 ribu nelayan yang menggantungkan hidup dari mencari benih lobster. Ini sebenarnya yang menjadi perdebatan, karena akibat ekspor dilarang mereka tidak bisa makan. Mereka tidak punya pendapatan. Ini sebenarnya pertimbangan utama kami," tegasnya.
Selain itu, ujar dia, perusahaan yang mendapat izin ekspor tak asal tunjuk, melainkan harus melewati proses admistrasi hingga uji kelayakan. KKP telah membentuk panitia untuk menyeleksi perusahaan penerima izin.
Menteri Edhy menegaskan, ekspor benih lobster juga tidak terus menerus dilakukan. Bila kemampuan budidaya di Indonesia semakin baik, otomatis benih yang ada dimanfaatkan sepenuhnya untuk kebutuhan pembudidaya di dalam negeri.
Mengenai polemik yang muncul di publik tentang ekspor benih lobster, Menteri Edhy menyadarinya sebagai risiko sebuah kebijakan. Dia tak mau menutup diri atas berbagai masukan dan kritik yang ada.
Baca juga: KKP sediakan layanan WA Gateway untuk calon pembudidaya lobster
Baca juga: AS lindungi industri lobster, ancam tarif produk laut China
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020