Nasabah menolak keras cara-cara pembayaran MPAM

Jakarta (ANTARA) - Nasabah menolak rencana lelang saham terbuka sisa saham hasil likuidasi oleh perusahaan manajer investasi Minna Padi Asset Management (MPAM) yang tengah diajukan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Nasabah menolak keras cara-cara pembayaran MPAM dan mendesak OJK agar segera mengambiI tindakan tegas kepada MPAM untuk mengikuti hukum dan peraturan OJK yang berlaku, serta tidak membiarkan MPAM seenaknya saja keluar dari jalur hukum dan merugikan nasabah," kata perwakilan nasabah korban Minna Padi, Neneng, kepada Antara di Jakarta, Rabu.

Neneng mengatakan, dari awal Oktober tahun lalu, MPAM diduga berusaha terus untuk melakukan hal-hal yang merugikan nasabah dimana OJK mensuspensi MPAM pada 9 Oktober 2019, tapi MPAM tidak mengabarkan kepada nasabah.

Bahkan, beberapa agen pemasaran masih meminta nasabah untuk memperpanjang dana yang sudah jatuh tempo sekitar 22 Oktober 2019.

Nasabah baru diberitahu pada sekitar akhir Februari 2020 ketika agen tersebut melakukan pertemuan dengan nasabah.

"Dalam meeting tersebut, MPAM mengajukan berbagai macam cara untuk menghindar dari kewajiban mereka yang tertulis dalam Peraturan OJK di atas," ujar Neneng.

Dana nasabah yang ditahan oleh MPAM saat ini diperkirakan mencapai sekitar Rp6 triliun, yang menyangkut sekitar 6.000 nasabah. Dari jumlah tersebut baru sekitar 20 persen yang dibayar oleh MPAM ke nasabah dan sisanya 80 persen sampai sekarang masih belum dikembalikan.

Seperti diberitakan sebelumnya, enam produk MPAM dibubarkan dan dilikuidasi oleh OJK berdasarkan POJK NO.23/POJK.04/2016 dengan merujuk pada Pasal 45c. Dalam pengumuman yang dikeluarkan di surat kabar oleh MPAM tanggal 25 November 2019, peraturan OJK tersebut juga tertulis dengan jelas.

Adapun dalam POJK No.23 pasaI 45c tersebut, pelaksanaan pembayaran karena pembubaran kepada nasabah diatur dalam pasal 47b, yang mengharuskan pembayaran dilakukan berdasarkan Nilai Aktiva Bersih (NAB) saat pembubaran.

Bank Kustodian BCA dan Mandiri, dalam surat mereka ke MPAM tanggal 22 November 2020 juga merujuk pada POJK N0.23/POJK.04/2019 PasaI 47. Pada surat tersebut dalam point 1.b. juga jelas dituliskan bahwa perhitungan yang dipakai adalah NAB saat pembubaran.

Selain POJK 23 tersebut, nasabah MPAM juga menunjuk pada peraturan OJK mengenai perlindungan konsumen sektor jasa keuangan yaitu POJK NO.1/POJK.O7/2013 dimana Pasal 29 jeIas menyebutkan bahwa pelaku jasa keuangan wajib bertanggung jawab atas kerugian konsumen yang timbul akibat kesalahan dan/atau kelalaian pengurus, pegawai pelaku usaha jasa keuangan dan/atau pihak ketiga yang bekerja untuk kepentingan pelaku jasa keuangan.

Selain itu, nasabah juga mengaku sudah menghubungi Wakil Ketua KomIsi XI DPR Fathan Subchi dan meminta bantuan agar juga segera meminta OJK menindak tegas MPAM dan tidak merugikan nasabah karena kesalahan MPAM.

"Prinsipnya DPR terbuka, apalagi kami sebagai wakil rakyat memperjuangkan kepentingan-kepentingan di publik agar terlindungi secara baik," ujar Fathan dalam sebuah seminar virtual.

Sebelumnya, PT Minna Padi Aset Manajemen (MPAM) meminta persetujuan OJK untuk melaksanakan lelang terbuka sisa saham hasil likuidasi.

"Sebagai bentuk upaya mencari solusi atas kendala yang dihadapi dalam proses pembubaran dan Iikuidasi reksa dana, kami tengah meminta persetujuan OJK untuk menjalankan proses lelang terbuka di luar mekanisme bursa efek, yaitu penjualan saham melalui balai lelang independen yang ditunjuk," kata Direktur MPAM Budi Wihartanto beberapa waktu lalu.

Budi menuturkan, hal itu dilakukan untuk mencapai harga penjualan terbaik atas sisa saham dalam portofolio reksa dana, mengingat upaya penjualan melalui mekanisme bursa efek terkendala sedikitnya dan/atau tidak adanya penawaran beli (bid) di pasar reguler maupun pasar negosiasi.

Baca juga: Minna Padi minta persetujuan OJK lelang terbuka sisa saham likuidasi

Baca juga: Minna Padi masih tunggu arahan OJK untuk likuidasi reksa dana

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2020