Pendapatan negara diproyeksikan lebih rendah Rp60,9 triliun dampak perlambatan ekonomi dan pemberian insentif perpajakan
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebutkan pendapatan negara diproyeksikan lebih rendah Rp60,9 triliun dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020 akibat dampak perlambatan ekonomi dan pemberian insentif perpajakan.
Dalam Perpres 72/2020 yang merupakan revisi atas Perpres 54/2020, semula pendapatan negara ditargetkan Rp1.760,88 triliun menjadi Rp1.699,94 triliun sejak Perpres 72/2020 diundangkan pada 25 Juni 2020.
“Pendapatan negara diproyeksikan lebih rendah Rp60,9 triliun dampak perlambatan ekonomi dan pemberian insentif perpajakan” demikian kutipan dari keterangan resmi Kemenkeu yang diterima di Jakarta, Rabu.
Penurunan target itu terdapat dalam perubahan pasal 3 yaitu dari satu lampiran menjadi tujuh lampiran dengan terdiri dari 3.251 halaman yang memuat beberapa perubahan antara lain terkait pendapatan negara.
Dalam Perpres 72/2020 pasal 3 disebutkan penurunan pendapatan negara telah menampung perluasan dan perpanjangan kebijakan insentif perpajakan untuk dunia usaha terkait penanganan COVID-19 sampai Desember 2020.
Kebijakan insentif perpajakan untuk dunia usaha terdiri dari PPh 21 ditanggung pemerintah, pembebasan PPh 22 dan PPN Impor terkait alat kesehatan, serta Percepatan restitusi PPN.
Tak hanya itu, dalam Perpres 72/2020 juga turut menampung perubahan target belanja negara yang lebih tinggi Rp125,3 triliun yaitu menjadi Rp2.739,16 triliun dari Rp2.613,81 triliun pada Perpres 54/2020.
Belanja itu terdiri atas belanja pemerintah pusat Rp1.975,24 triliun, tambahan belanja penanganan COVID-19 Rp358,88 triliun, dan transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) sebesar Rp763,92 triliun.
“Belanja negara yang lebih tinggi Rp125,3 triliun antara lain untuk menampung tambahan kebutuhan anggaran pemulihan ekonomi,” tulisnya.
Dalam Perpres 72/2020 pasal 3 disebutkan belanja negara naik karena pemerintah memberikan stimulus fiskal dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 seperti subsidi bunga untuk UMKM dan belanja Imbal Jasa Penjaminan (IJP).
Kemudian, pemerintah juga memperpanjang bantuan sosial tunai dan diskon listrik, tambahan Dana Insentif Daerah (DID), serta belanja lainnya untuk penanganan COVID-19.
Selanjutnya, Perpres 72/2020 pasal 3 turut mengubah outlook defisit Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2020 menjadi 6,34 persen dari 5,07 persen dalam Perpres 54/2020.
“Perubahan pembiayaan anggaran sebagai dampak pelebaran defisit termasuk pembiayaan investasi dalam rangka pemulihan ekonomi nasional,” tulisnya.
Pemerintah menerbitkan Perpres 72/2020 untuk mengakselerasi belanja negara terkait penanganan pandemi COVID-19 dan program PEN, namun semua peraturan pelaksanaan dari Perpres 54/2020 masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan.
Hal itu diatur dalam penambahan pasal 11A dalam Perpres 72/2020 yang menegaskan bahwa peraturan turunan dari Perpres Nomor 54 Tahun 2020 tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Perpres Nomor 72 Tahun 2020.
Sebagai Informasi, terdapat tujuh lampiran dalam Perpres 72/2020 yaitu meliputi perubahan postur anggaran pendapatan dan belanja negara tahun anggaran 2020, rincian penerimaan perpajakan, serta rincian Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Kemudian, rincian anggaran belanja pemerintah pusat pada bagian anggaran kementerian/lembaga, rincian anggaran belanja pemerintah pusat pada bagian anggaran bendahara umum negara, rincian anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa, serta rincian pembiayaan anggaran.
Baca juga: Sri Mulyani: Pendapatan negara turun 9 persen pada Mei 2020
Baca juga: Menkeu sebut pendapatan negara akan turun dalam postur APBN 2020
Baca juga: Menkeu: Penerimaan negara berpotensi turun 10 persen akibat COVID-19
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2020