Jakarta (ANTARA News) - LSM bidang antikorupsi Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan program konversi minyak tanah ke elpiji dijalankan tanpa perencanaan yang matang.

Siaran pers ICW yang diterima ANTARA di Jakarta, Senin, menilai program adhoc itu tanpa perencanaan yang didukung oleh kebijakan penyediaan energi nasional dan infrastruktur penyediaan serta pendistribusian elpiji.

Kebijakan penyediaan nasional dinilai merancukan peran pemerintah karena tidak ada kejelasan tentang penggunaaan migas untuk kebutuhan dalam negeri dan tidak adanya kebijakan untuk memprioritaskan atau mendahulukan pemenuhan kebutuhan dalam negeri.

Selain itu, ICW menyebutkan, tidak siapnya infrastruktur penyediaan dan pendistribusian elpiji serta kurangnya pengawasan mengakibatkan kelangkaan dan spekulasi dalam distribusi dan kenaikan harga pada tingkat eceran.

ICW juga menyatakan, dari aspek kebijakan, pengelolaan elpiji terkait dengan UU Migas Nomor 22 Tahun 2001 terdapat kerancuan tentang wewenang untuk menentukan harga.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi pada 21 Desember 2004 telah membatalkan beberapa pasal di UU Migas antara lain Pasal 28 ayat (2) yang berbunyi "Harga Bahan Bakar Minyak dan harga Gas Bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar".

Menurut MK, penentuan harga melalui mekanisme persaingan usaha tidak menjamin prinsip demokrasi ekonomi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 33 ayat (4) UUD 1945.

MK menilai campur tangan pemerintah dalam kebijakan penentuan harga haruslah menjadi kewenangan yang diutamakan untuk cabang produksi yang penting dan/atau menguasai hajat hidup orang banyak.

Dengan demikian, ICW berpendapat bahwa kebijakan harga elpiji yang berasal dari minyak seharusnya ditetapkan oleh pemerintah dan bukan semata-mata ditentukan oleh Pertamina.

Sementara itu, Pertamina menunda kenaikan elpiji 12 kg lanjutan yang direncanakan bulan depan hingga tahun 2010 menyusul tekanan publik atas keputusan menaikkan komoditas tersebut sejak 10 Oktober lalu.

"Tahun ini cukup naik Rp100 saja," kata Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan di Jakarta, Jumat (16/10).

Menurut dia, kenaikan Rp100 per kg atau Rp1.200 per tabung yang bisa digunakan selama 15 hari tidaklah berpengaruh banyak kepada pemakainya.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009