Kairo (ANTARA News/AFP) - Seorang pejabat Mesir menuduh kelompokpejuang garis keras Hamas tidak setia karena menolak menandatanganisebuah perjanjian penyatuan dengan kepemimpinan Palestina sesuai denganjadwal, demikian dilaporkan harian milik pemerintah, Minggu.
"Mesir terkejut dengan penundaan Hamas ketika mereka menyatakan tidakbisa datang ke Kairo pada tanggal yang telah direncanakan," katapejabat itu, seperti dikutip surat kabar Al-Ahram.
"Penundaan rekonsiliasi itu dan kenyataan bahwa Hamas menciptakanlingkungan yang menakutkan di wilayah-wilayah Palestina menunjukkanbahwa Hamas tidak setia dan memiliki agendanya sendiri," kata pejabatyang tidak bersedia disebutkan namanya itu.
Mesir mengumumkan Jumat bahwa para penengahnya menunda secara tidakpasti batas waktu bagi Hamas menandatangani perjanjian penyatuan ituatas permintaan kelompok Islamis Palestina tersebut.
Seorang pejabat Hamas mengatakan, kelompoknya menunda mengirim delegasiMinggu untuk menanggapi perjanjian yang diusulkan itu karena kepalaintelijen Mesir, Omar Suleiman, yang merundingkan perjanjian itu,sedang pergi ke luar negeri.
Suleiman mendampingi Presiden Hosni Mubarak dalam lawatan ke Eropa yangberlangsung beberapa hari, dan dijadwalkan kembali pada Minggu sore.
Pejabat Mesir itu menambahkan, Hamas sebelumnya telah menyetujuiperjanjian penyatuan itu, yang dirancang para penengah setelahberunding dengan kelompok-kelompok Palestina yang bersaing.
Perjanjian itu menetapkan penyelenggaraan pemilihan umum parlemen danpresiden pada Juni tahun depan dan pemulihan kembali tugas 3.000anggota eks-aparat keamanan pimpinan Fatah di Gaza.
Hamas mengatakan, penundaan itu antara lain juga karena adanyaperbedaan dengan gerakan Fatah kubu Presiden Palestina Mahmud Abbasmenyangkut laporan komisi Goldstone mengenai ofensif Israel yangmenghancurkan di Gaza pada pergantian tahun ini.
Hamas keputusan kontroversial delegasi Palestina pada sidang Dewan HakAsasi Manusia PBB untuk membatalkan dukungannya pekan lalu bagipemungutan suara segera mengenai laporan yang memberatkan Israel dalamperang Gaza.
Hamas menuduh Presiden Mahmud Abbas "mengkhianati" sekitar 1.400 korbanPalestina dalam perang Gaza pada Desember-Januari antara Hamas danIsrael.
Mesir sebelumnya mengumumkan bahwa delegasi-delegasi Hamas dan Fatahakan datang ke Kairo untuk menandatangani perjanjian yang telahtertunda itu pada 25-26 Oktober.
Di Ramallah, pembantu senior Abbas, Yasser Abed Rabbo, mengatakan,Fatah menolak usulan penundaan tersebut dengan mengatakan, Hamasmenggunakan laporan PBB yang disahkan oleh Hakim Afrika Selatan RichardGoldstone sebagai alasan.
"Kami menolak segala alasan dan dalih yang digunakan Hamas untuk membenarkan penundaan ini," katanya kepada wartawan.
Perang di dan sekitar Gaza meletus lagi setelah gencatan senjata enam bulan berakhir pada 19 Desember tahun lalu.
Israel membalas penembakan roket pejuang Palestina ke negara Yahuditersebut dengan melancarkan gempuran udara besar-besaran dan serangandarat ke Gaza dalam perang tidak sebanding yang mendapat kecaman dankutukan dari berbagai penjuru dunia.
Operasi "Cast Lead" Israel itu, yang menewaskan lebih dari 1.400 orangPalestina yang mencakup ratusan warga sipil dan menghancurkan sejumlahbesar daerah di jalur pesisir tersebut, diklaim bertujuan mengakhiripenembakan roket dari Gaza.
Militer Israel menyatakan, lebih dari 200 roket dan bom ditembakkandari Jalur Gaza ke Israel sejak berakhirnya ofensif 22 hari negaraYahudi itu terhadap Hamas yang menguasai Gaza, pada Desember danJanuari.
Kelompok Hamas menguasai Jalur Gaza pada Juni tahun 2007 setelahmengalahkan pasukan Fatah yang setia pada Presiden Palestina MahmudAbbas dalam pertempuran mematikan selama beberapa hari.
Sejak itu wilayah pesisir miskin tersebut dibloklade oleh Israel.Palestina pun menjadi dua wilayah kesatuan terpisah -- Jalur Gaza yangdikuasai Hamas dan Tepi Barat yang berada di bawah pemerintahan Abbas.
Uni Eropa, Israel dan AS memasukkan Hamas ke dalam daftar organisasi teroris.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009