Jangan aset digadaikan terus buat bayar utang

Jakarta (ANTARA) - Komisi VII DPR mencecar persoalan pembayaran utang yang dilakukan oleh holding pertambangan MIND ID terhadap divestasi PT Freeport Indonesia.

"Anda duduk di kursi itu untuk menyelesaikan hutang perusahaan, bukannya malah nyari utang lain untuk membayar utang. Itu namanya menambah persoalan,” kata Muhammad Nasir salah satu anggota Komisi VII saar RDP di DPR, Jakarta, Selasa.

Lebih lanjut, Nasir mempertanyakan mengenai kesanggupan MIND ID dalam membayar utang yang telah diterbitkan, bahkan tanpa adanya sistem gadai aset.

“Jangan aset kita digadaikan terus buat bayar utang,” kata Nasir.

Senada dengan Nasir, Wakil Ketua Komisi VII Alex Noerdin juga meminta penjelasan mengenai sistem pembayaran utang atas divestasi Freeport.

“Ini persoalan lama, dan memang ini akan menjadi pembahasan dalam RDP ini,” kata Alex Noerdin.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Utama MIND ID, Orias Petrus Moeda mengatakan bahwa MIND ID optimis untuk dapat bisa membayarkan utang yang telah diterbitkan.

“Makanya kami membayarkan utangnya setengah pada tahun ini. Selain itu juga memundurkan jatuh tempo,” katanya.

Selain itu, ia juga menegaskan bahwa tidak ada aset yang digadaikan dalam proses peminjaman uang tersebut, menurutnya semuanya atas kesepakatan global bond.

Holding industri pertambangan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), yang biasa disebut MIND ID (Mining Industry Indonesia), secara resmi menerbitkan obligasi global senilai total 2,5 miliar dolar AS atau setara dengan Rp37,5 triliun (kurs Rp 15.000 per dolar AS).

ia juga mengatakan bahwa keberhasilan penerbitan obligasi terbesar di antara perusahaan pertambangan di Asia ini menunjukkan kepercayaan investor global terhadap prospek jangka panjang MIND ID, yang memiliki fundamental kuat dalam menghadapi situasi ekonomi global yang sulit akibat dampak pandemi COVID-19.

Obligasi global tersebut terdiri dari tiga periode jatuh tempo yaitu senilai 1 miliar dolar AS dengan tingkat kupon sebesar 4,750 persen dan tenor hingga 2025.

Kemudian, 1 miliar dolar AS dengan tingkat kupon sebesar 5,450 persen dan tenor hingga 2030 dan senilai 500 juta dolar AS dengan tingkat kupon sebesar 5,80 persen dan tenor hingga 2050.

Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2020