Pamekasan (ANTARA News) - Ajaran Tajul Muluk, yang diduga sebagai aliran ajaran sesat, berkembang di wilayah Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur.

"Ajaran ini kami anggap sesat karena tidak percaya salat Tarawih dan menganggap bahwa salat Tarawih itu tidak ada di zaman Nabi Muhammad SAW," kata tokoh ulama Pamekasan K.H. Munif Sayuti saat mendampingi warga Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben yang melaporkan keberadaan ajaran itu ke Mapolwil Madura, Jumat.

Menurut Munif, ajaran Tajul Muluk menganggap salat Tarawih hanya sebagai hasil kreasi ibadah Khalifah Umar bin Khatab, sehingga tidak perlu dilakukan.

Mereka bahkan menganggap salat Tarawih tergolong bid`ah, yakni sebuah bentuk ibadah tambahan yang tidak diajarkan oleh Nabi Muhammad dan tidak tertulis dalam Alquran maupun hadis.

Selain itu, ajaran ini juga tidak mempercayai Alquran yang ada sekarang ini karena dianggap tidak asli, mengingat telah terjadi penambahan dan pengurangan.

Yang mendasari ajaran Tajul Muluk bahwa Alquran yang ada ini mengalami modifikasi, adalah karena mengalami revisi pada masa Khalifah Ustman bin Affan.

"Kami merasa ikut terpanggil untuk melaporkan persoalan ajaran sesat Tajul Muluk ini, karena sudah menyangkut hal-hal yang prinsipil di dalam Islam yang bisa menggoyahkan aqidah umat Islam," kata K.H. Munif Sayuti, yang juga ketua Front Pembela Islam (FPI) Pamekasan itu.

Sebagian besar umat Islam di wilayah Kecamatan Omben Sampang, kini mengaku resah dengan ajaran Islam Tajul Muluk tersebut yang dianggapnya sangat berbeda jauh dengan pemahaman Islam mayoritas di wilayah tersebut.

Menurut K.H. Munif Sayuti, ada delapan ajaran pokok Islam Tajul Muluk yang berbeda dengan ajaran islam ahlus sunah wal jamaah. "Yang sangat prinsipil dari delapan ajaran Tajul Muluk ini karena ia mengganggap Alquran telah mengalami perubahan," katanya.

Kapolwil Madura Kombes Pol Suro Jouhari menyatakan, akan segera menyelidiki kasus aliran Islam yang diduga sesat di wilayah Kabupaten Sampang tersebut.

"Sebagai antisipasi, kami telah memerintahkan personel untuk melakukan pengamanan agar tidak terjadi kerusuhan," kata Kapolwil melalui saluran telepon.

Sebenarnya, lanjut dia, kasus dugaan ajaran sesat Tajul Muluk sudah diketahui masyarakat Kecamatan Omben, Sampang, sejak 2004 lalu. Namun ia menghentikan ajaran setelah mendapat protes warga.

Tahun 2006 lalu, ajaran ini kembali disebarkan kepada masyarakat umum. Namun berhasil dihentikan oleh masyarakat dan Tajul Muluk waktu itu berjanji akan menghentikan ajarannya.

Menurut Kapolwil, persoalan keyakinan dan pemahaman agama sangat krusial, sehingga pihaknya perlu bertindak cepat. "Tapi saya sangat berterima kasih kepada warga yang tidak main hakim sendiri dengan melaporkan kepada aparat kepolisian seperti ini," katanya.
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009