Surabaya (ANTARA News) - Mantan Deputi Bank Indonesia (BI) Anwar Nasution mengakui sebagai pejabat BI yang memberikan kesempatan kepada Bank Danpac, Bank Pikko, dan Bank CIC untuk merger menjadi Bank Century.
"Selama saya di sana memang memberi kesempatan kepada Bank Century untuk merger. Akan tetapi, tetap ada syarat-syaratnya," kata Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI itu di Surabaya, Jumat.
Di antara beberapa syarat itu, kata dia, adalah permodalan dan tidak lagi melakukan pelanggaran-pelanggaran serta melakukan tindakan kriminal.
Mengenai keterlibatannya dalam aliran dana Bank Century hingga ke luar negeri, Anwar membantahnya. "Saya ini pensiun dari BI pada Juni 2004. Sedangkan kasus itu terjadi pada Desember 2004. Jadi, kasus itu terjadi enam bulan setelah saya pensiun," katanya.
Meskipun demikian, dia siap diperiksa aparat penegak hukum. "Dari dulu saya siap. Aliran dana dari itu BI sudah diperiksa KPK, sudah diperiksa pengadilan. Mau apa lagi? Semuanya sudah dibuka," katanya usai meresmikan kantor baru BPK RI Perwakilan Jawa Timur itu.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) M. Jasin, menyatakan, pihaknya akan menyidik kasus aliran dana Bank Century itu, jika sudah ada hasil dari audit investigasi yang dilakukan BPK.
Di lain pihak BPK sendiri tidak bisa memastikan, kapan selesainya pemeriksaan terhadap Bank Century. "Mungkin sampai akhir masa jabatan saya, pemeriksaan itu belum selesai," kata Anwar.
Ia menyamakan kasus Bank Century dengan kasusnya Bank Bali yang penyelidikannya membutuhkan waktu lama dan berbiaya besar.
"Coba dilihat, dulu Bank Bali itu penyelidikannya butuh biaya mahal sekali, sampai jutaan dolar AS. Dana lari ke luar negeri. Kami sampai merekrut orang asing untuk melacaknya," ujarnya.
Namun, kondisi sekarang berbeda dengan dulu saat terjadi kasus aliran dana Bank Bali. "Sekarang ada PPATK (Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan). Sudah ada juga KPK. Beda dengan dulu," katanya.
Dalam kesempatan itu, Anwar menambahkan, tugas BPK berbeda dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Matahari itu hanya satu. Pemeriksa hanya BPK. BPKP itu bukan pemeriksa, ada undang-undangnya. Jadi, jangan dicampuradukan. Nanti kalau ada apa-apa, BPK yang disalahkan," katanya menegaskan.
Hanya saja, dia mengakui tenaga auditor di BPK masih sangat terbatas. Oleh karena itu, dia mulai rajin terjun ke daerah-daerah. "Saya mulai dari Papua, mendidik para tenaga pengelola keuangan dan tenaga perencanaan," katanya.
Menurut dia, daerah-daerah itu menerima kucuran dana dari pusat. "Uang yang diberikan pada daerah itu jumlahnya besar, dan daerah berkuasa. Jangan sampai uang dari pusat dikembalikan ke pusat. Makanya harus ada tenaga perencana yang handal agar bisa membangun infrastruktur," katanya. (*)
Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009