Haitham Maleh, seorang pengacara penting yang telah menghabiskan tujuh tahun dalam penjara pada 1980-an, telah dibawa ke markas besar keamanan di ibukota Suriah, Damaskus, Rabu dan tidak terdengar sejak itu, ujar mereka.
"Mereka tidak menginginkan siapapun, seekor semut pun tidak, untuk berbicara dengan bebas. Kita mundur 20 tahun," tambah salah seorang aktivis.
Maleh telah membela Mohammad al-Hassani, rekan pengacara yang ditangkap Juli dan dituduh "melemahkan moral nasional" setelah ia minta pembebasan para tawanan politik dan mendokumentasikan keadaan menyedihkan mereka.
Komisi Hak Asasi Manusia Suriah telah minta pembebasan Maleh dan "diakhirinya semua bentuk penangkapan sewenang-wenang dan lalim".
Seorang bekas hakim, Maleh diberi penghargaan Dutch Geuzen Medal pada 2006 karena telah mendorong demokrasi. Dilarang meninggalkan Suriah, ia tidak dapat melakukan perjalanan untuk menerima penghargaan itu. yang dinamai menurut nama seorang pejuang perlawanan Belanda.
Maleh berulang kali menulis pada Presiden Bashar al-Assad untuk memintanya mengakhiri keadaan darurat yang diterapkan ketika partai Baath yang memerintah berkuasa melalui kudeta 1963 dan melarang semua oposisi.
Ia juga telah mengkritik pengambilalihan serikat sekerja di Suriah dan mendesak Bashar untuk memberi ganti rugi pada ribuan orang yang dibunuh atau dipenjarakan pada masa pemerintaha ayahnya, Hafez al-Assad, dari 1970 hingga 2000.
"Keadaan darurat telah digunakan untuk membenarkan apapun dari penutupan laboratorium medis hingga penangkapan ribuan orang. Keadaan darurat telah melumpuhkan negara dan hanya mengurat mengakar totalitarianisme dan penindasan," kata Maleh.
Tidak ada komentar dari pemerintah di Damaskus mengenai penangkapan Maleh.
Pemerintah Suriah, yang telah menyaksikan pengucilannya oleh Barat berkurang tahun lalu, telah meningkatkan kampanye penangkapan terhadap para tokoh oposisi, intelektual, dan pengacara independen ketika negara itu bersiap untuk menandatangani perjanjian kerjasama dengan Uni Eropa akhir bulan ini.
Perjanjian itu memiliki klausul hak asasi manusia, tapi pemerintah memujinya sebagai perjanjian ekonomi dan memendekkan umur kebijakan Barat masa lalu untuk mengucilkan Suriah.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009