Sydney (ANTARA) - Perdana Menteri Australia Scott Morrison pada Senin mengatakan pembukaan kembali perbatasan antarnegara bagian akan mendukung pertumbuhan lapangan kerja meskipun ada wabah baru COVID-19 di negara bagian terpadat kedua di Australia.
Negara-negara bagian di Australia Selatan dan Tasmania dalam beberapa hari terakhir mengkonfirmasi bahwa perbatasan mereka akan dibuka kembali pada akhir Juli. Negara bagian Queensland diperkirakan akan mengumumkan hal serupa pada Senin.
"Tidak ada alasan kami tidak dapat melanjutkan pembukaan perbatasan ini. Mereka harus melanjutkan pembukaan kembali perbatasan untuk mendukung lapangan kerja di negara-negara bagian itu," kata Morrison kepada radio 2GB.
Australia relatif berhasil menahan penyebaran virus corona baru dengan total kasus sekitar 7.700, termasuk 104 kematian akibat COVID-19.
Namun, lonjakan kasus COVID-19 baru-baru ini di negara bagian Victoria telah mengancam rencana untuk menghapus sebagian besar aturan pembatasan jarak sosial di Australia pada akhir Juli.
Wilayah perbatasan Victoria, dengan New South Wales dan negara-negara bagian Australia Selatan, dibuka. Hal itu memicu kekhawatiran bahwa infeksi virus corona baru dapat menyebar selama liburan sekolah musim dingin mendatang.
Morrison juga menjanjikan lebih banyak stimulus ekonomi saat Australia jatuh ke dalam resesi pertamanya setelah 30 tahun, dan tingkat pengangguran di negara itu mencapai level tertinggi selama 19 tahun, yakni sebesar 7,1 persen.
Namun, dia mengesampingkan perpanjangan dari skema subsidi upah senilai 60 miliar dolar Australia atau 41,1 miliar dolar AS (setara Rp591,3 triliun) di luar dari masa akhir yang dijadwalkan pada September, yang mengisyaratkan bahwa subsidi itu akan digantikan oleh dukungan fiskal yang ditargetkan.
"Subsidi itu tidak dapat dipertahankan selamanya," kata Morrison yang menambahkan bahwa fase stimulus lain pada akhir September akan ditargetkan "kepada orang-orang yang paling membutuhkan."
Grattan Institute, sebuah lembaga pemikir independen yang dihormati, menyebutkan dalam sebuah laporan yang diterbitkan pada Senin bahwa pemerintah perlu menyuntikkan lebih banyak dana hingga 90 miliar dolar Australia (setara Rp878,1 triliun) dalam program-program stimulus, termasuk dengan memperluas program subsidi upahnya.
Stimulus itu diperlukan sebelum anggaran tahunan pada Oktober untuk menurunkan tingkat pengangguran menjadi sekitar 5 persen pada pertengahan 2022, kata laporan itu.
Sumber: Reuters
Baca juga: Negara bagian Victoria wajibkan uji corona bagi pelancong
Baca juga: Wabah kembali merebak, Australia tetap longgarkan pembatasan sosial
Baca juga: Pemimpin Australia bahas langkah tangani corona di tengah wabah baru
Penerjemah: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2020