Baghdad (ANTARA News/AFP) - Sebelas orang tewas dan 60 lain cedera dalam serangan-serangan di Baghdad, Mosul, Irak utara, dan kota suci Syiah Karbala, Rabu, kata beberapa pejabat kepolisian dan kementerian dalam negeri.
Di Baghdad baratlaut, penembakan dan serangan-serangan mortir yang hampir serentak selama perampokan permata di pasar terkenal Jawadain menewaskan delapan orang, kata seorang pejabat kementerian dalam negeri.
Tiga mortir menghantam pasar di daerah Shaala yang berpenduduk mayoritas Syiah pada siang hari (pukul 16.00 WIB), menewaskan tujuh orang dan mencederai 14 lain.
Pada waktu yang hampir bersamaan, orang-orang bersenjata menyerang toko permata di daerah itu, membunuh seorang pemilik toko dan merampok tiga toko.
Di Karbala, sebelah selatan Baghdad, tiga ledakan bom di dekat tempat-tempat suci di kota itu menewaskan dua orang dan mencederai 46 orang.
Serangan-serangan itu terjadi di dekat tempat-tempat suci Abbas dan Hussein pukul 17.00 waktu setmepat (pukul 21.00 WIB), kata Mayor Polisi Alaa Abbas.
Dalam sebuah pernyataan, Gubernur Amal Addin Majid al-Herr menyalahkan serangan itu pada unsur-unsur partai terlarang Baath kubu Saddam Hussein, mantan presiden Irak yang telah dieksekusi.
Di kota bergolak Mosul, seorang polisi yang mengenakan pakaian sipil tewas ditembak oleh orang-orang bersenjata ketika ia sedang berjalan di daerah timur kota tersebut, kata seorang pejabat kepolisian.
Meski serangan-serangan di Irak secara keseluruhan menurun secara dramatis sejak tahun lalu, kekerasan di Mosul dan Baghdad terus berlangsung.
Rangkaian serangan dan pemboman sejak pasukan AS ditarik dari kota-kota di Irak pada akhir Juni telah menimbulkan pertanyaan mengenai kemampuan pasukan keamanan Irak untuk melindungi penduduk dari serangan-serangan gerilya seperti kelompok militan Sunni Al-Qaeda.
Pemboman di Baghdad dan di dekat kota bergolak Mosul tampaknya bertujuan mengobarkan lagi kekerasan sektarian mematikan antara orang-orang Sunni dan Syiah yang membawa Irak ke ambang perang saudara.
Meski ada penurunan tingkat kekerasan secara keseluruhan, serangan-serangan terhadap pasukan keamanan dan warga sipil hingga kini masih terjadi di Kirkuk, Mosul dan Baghdad.
Banyak orang Irak juga khawatir serangan-serangan terhadap orang Syiah akan menyulut lagi kekerasan sektarian mematikan antara Sunni dan Syiah yang baru mereda dalam 18 bulan ini. Puluhan ribu orang tewas dalam kekerasan sejak invasi pimpinan AS ke Irak pada 2003.
Jumlah korban tewas akibat kekerasan di Irak turun hingga sepertiga menjadi 275 pada Juli, bulan pertama pasukan Irak bertanggung jawab atas keamanan di daerah-daerah perkotaan sejak invasi pimpinan AS pada 2003.
Kekerasan menurun secara berarti di Irak dalam beberapa bulan ini, namun serangan-serangan meningkat menjelang penarikan militer AS, dan 437 orang Irak tewas pada Juni -- jumlah kematian tertinggi dalam kurun waktu 11 bulan.
Perdana Menteri Nuri al-Maliki memperingatkan pada Juni bahwa gerilyawan dan milisi mungkin meningkatkan serangan mereka dalam upaya merongrong kepercayaan masyarakat pada pasukan keamanan Irak.
Sejumlah serangan bom besar dilancarkan pada bulan itu, dan yang paling mematikan adalah serangan bom truk pada 20 Juni di dekat kota wilayah utara, Kirkuk, yang menewaskan 72 orang dan mencederai lebih dari 200 lain dalam serangan paling mematikan dalam 16 bulan.
Serangan bom pada 24 Juni di sebuah pasar di distrik Syiah Kota Sadr di Baghdad timurlaut juga merupakan salah satu yang paling mematikan pada tahun ini, yang menewaskan sedikitnya 62 orang dan mencederai sekitar 150.
Namun, Maliki dan para pejabat tinggi pemerintah menekankan bahwa 750.000 prajurit dan polisi Irak bisa membela negara dari serangan-serangan yang dituduhkan pada gerilyawan yang terkait dengan Al-Qaeda dan kekuatan yang setia pada almarhum presiden terguling Saddam Hussein.
Hanya sejumlah kecil pasukan AS yang menjadi pelatih dan penasihat akan tetap berada di daerah-daerah perkotaan, dan sebagian besar pasukan Amerika di Irak, yang menurut Pentagon berjumlah 131.000, ditempatkan di penjuru lain.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009