Relaksasi pajak ini tentunya juga dipermudah..., aplikasi insentif pajak ini terlalu berat, terlalu rumit, dan membutuhkan banyak sekali persyaratan dokumen, sehingga realisasi dari stimulus perpajakannya relatif cukup rendah.
Jakarta (ANTARA) - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan peran lima sektor yang menerima banyak insentif pajak dari pemerintah dapat mempercepat pemulihan ekonomi nasional yang sedang terpuruk akibat pandemi COVID-19.
"Terkait dengan relaksasi pajak yang diberlakukan di lima sektor utama, ini memang sangat dibutuhkan untuk membantu percepatan pemulihan ekonomi," kata Bhima dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.
Kelima sektor terbesar yang menerima insentif pajak adalah perdagangan, industri, jasa perusahaan, jasa lainnya, akomodasi dan makan-minum.
Baca juga: Ditjen Pajak ungkap 200 ribu UMKM manfaatkan insentif pajak
Sektor akomodasi yang berhubungan erat dengan pariwisata, kata Bhima, sejak awal masuknya Covid-19 ke Indonesia telah terjadi penurunan mulai dari okupansi perhotelan, pembengkakan beban biaya operasional, hingga pendapatan turun cukup tajam.
Kondisi itu membuat banyak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pekerja yang dirumahkan tanpa diberi gaji serta tunjangan, sehingga harus segera diselamatkan dengan relaksasi pajak.
Di sisi lain, sektor industri manufaktur misalnya juga terjadi pelemahan kinerja ekspor maupun daya beli dalam negeri.
Baca juga: DJP: Wajib Pajak tak bisa dapat insentif ganda dari kegiatan sumbangan
Dengan mendapatkan stimulus berupa insentif pajak, diharapkan saat pemulihan ekonomi berlangsung industri manufaktur di Indonesia dapat lebih siap dan mampu menyerap padat karya secara besar-besaran pascapandemi COVID-19.
"Relaksasi pajak ini tentunya juga dipermudah..., aplikasi insentif pajak ini terlalu berat, terlalu rumit, dan membutuhkan banyak sekali persyaratan dokumen, sehingga realisasi dari stimulus perpajakannya relatif cukup rendah," kata Bhima.
Dari total 389.546 wajib pajak yang mengajukan permohonan pemanfaatan insentif fiskal COVID-19, sebanyak 93 persen atau 360.818 permohonan yang disetujui dan 7 persen atau 28.728 permohonan ditolak karena sektor usaha belum melaporkan SPT Tahun 2018.
Baca juga: DJP kenakan tarif PPh badan lebih rendah bagi perseroan terbuka
Pemerintah Indonesia mencatat hingga 27 Juni 2020, realisasi pemberian insentif pajak bagi pelaku usaha baru mencapai 10,14 persen dari alokasi yang disiapkan senilai Rp120,61 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani beralasan rendahnya realisasi itu akibat masih banyak wajib pajak yang berhak, tetapi belum mengajukan permohonan pemanfaatan insentif pajak tersebut.
Harapan bagi UMKM
Selain relaksasi perpajakan bagi sektor dunia usaha, ada cara lain yang dapat dilakukan untuk mendongkrak perekonomian nasional yang terpukul akibat pandemi COVID-19, yaitu relaksasi untuk kredit UMKM dan meningkatkan subsidi bunga.
"Kontribusi UMKM dalam menyerap tenaga kerja relatif cukup besar sampai 98 persen dari total serapan tenaga kerja," kata Bhima.
Ketika sektor formal sedang kesulitan untuk melakukan serapan tenaga kerja, bahkan melakukan PHK, sektor UMKM justru bisa menjadi harapan dalam menyerap para pekerja yang di-PHK dari sektor formal.
Baca juga: DJP sebut 389.546 wajib pajak ajukan permohonan insentif
Apabila melihat fase Normal Baru, UMKM membutuhkan banyak subsidi agar lebih cepat bertransformasi secara digital. Karena itu, UMKM merupakan tulang punggung ekonomi yang mesti didahulukan.
"Saat ini hanya 13 persen UMKM yang bergabung ke dalam platform digital. Artinya, UMKM butuh subsidi internet gratis dan pendampingan khusus agar bisa bergabung ke dalam ekosistem digital baik dari rantai pasok hingga marketing digital," tambah Bhima.
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020