Ada tujuh rumah dan warung warga hancur, dan lima di antaranya hanyut terbawa longsoran

Makassar (ANTARA) - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sulawesi Selatan melaporkan tujuh rumah hancur akibat bencana tanah longsor di Kelurahan Battang Barat, Kecamatan Wara Barat, Kota Palopo, Provinsi Sulawesi Selatan pada Jumat (26/6).

"Ada tujuh rumah dan warung warga hancur, dan lima di antaranya hanyut terbawa longsoran," sebut Kepala BPBD Sulsel Ni'mal Lahamang saat dikonfimasi terkait perkembangan terbaru penanganan bencana di Palopo, Sabtu.

Baca juga: Alih fungsi lahan diduga penyebab longsor poros Palopo-Toraja

Mengenai dampak bencana pascakejadian, sesuai laporan Wali Kota Palopo, HM Judas Amir yang ditembuskan ke BPBD Sulsel, kata Ni'mal, aksesibilitas transportasi dari Kabupaten Toraja Utara ke Kota Palopo maupun sebaliknya, tidak berfungsi karena terputusnya jaringan jalan karena longsor.

Sedangkan kerugian materi warga setempat ditaksir senilai Rp5 miliar. Untuk korban jiwa, informasi terbaru tidak ada. Namun jumlah pengungsi tercatat sebanyak 60 orang dengan jumlah 10 Kepala Keluarga (KK).

Baca juga: Longsor di Palopo dua rumah amblas dan jalan Palopo-Rantepao terputus

Dari kronologi kejadian bencana tersebut
di Kelurahan Battang Barat, Kecamatan Wara Barat, kilometer 24, Kota Palopo, kembali terulang.

Peristiwa bencana alam kali ini sangat parah karena menghanyutkan badan jalan nasional yang menghubungkan Kota Palopo ke Kabupaten Toraja Utara.

Baca juga: Bantu bencana longsor Trans Sulawesi, Brimob terjunkan tim SAR

Tangkapan layar video suasana evakuasi warga pascabencana tanah longsor di Kelurahan Battang Barat, Kecamatan Wara Barat, Kota Palopo, Provinsi Sulawesi Selatan, Sabtu (27/6/2020). Dokumentasi tim Basarnas.


Saat itu, tanah pada tebing gunung mengalami longsor karena intensitas hujan yang sangat tinggi, sehingga mengakibatkan ruas jalan tersebut amblas dan terputus sepanjang kurang lebih 180 meter.

Longsoran itu merusak jalan serta menghanyutkan rumah serta warung warga yang terdapat di lokasi kejadian.

"Faktor penyebab lain adalah terjadi perubahan alih fungsi hutan yang mengakibatkan kerusakan ekositem membuat kondisi hutan tidak berfungsi dengan baik sebagai resapan air mengakibatkan tanah longsor," katanya.

Baca juga: PMI mobilisasi relawan bantu penanganan longsor dan banjir di Sulsel

Kejadian longsor, beber dia, bukan saja kali ini, tetapi sebelumnya juga terjadi pada tanggal 10-14 dan 25 April 2020. Kemudian kembali terjadi pada 3 Mei, lalu berlanjut pada tanggal 8,9,15, dan 18 Juni dengan skala kecil, hingga puncaknya pada Jumat (26/6) sore.

Mengenai upaya yang dilakukan, BPBD Kota Palopo saat menerima laporan warga, bersama Tim Reaksi Cepat (TRC) bertindak cepat ke lokasi, untuk memantau sekaligus mengevakuasi barang-barang warga.

Selanjutnya mengedukasi masyarakat setempat segera mengungsi karena masih ada potensi longsor susulan.

Saat ini, dibutuhkan personel untuk membantu penanganan bencana, serta anggaran yang akan digunakan merehabilitasi infrastuktur yang telah rusak seperti rumah warga dan akses jalan yang ikut hanyut terbawa longsor.

Baca juga: Hujan deras picu longsor jalan perbatasan Malino-Sinjai Sulsel

"Dibutuhkan sandang dan pangan untuk korban bencana. Kendalanya, komunikasi telepon terhambat karena jaringan tidak ada. Dan penyediaan infrastruktur sanitasi atau MCK bagi pengungsi," ungkapnya.

Pemerintah Kota Palopo telah mengeluarkan imbauan kepada masyarakat terkhusus di sekitar lokasi kejadian yang rawan longsor agar tidak membangun permukiman di Daerah Milik Jalan atau Jamida.

Pemkot dan instansi terkait serta segenap pihak lain segera membantu masyarakat yang terdampak bencana baik sandang, pangan dan papan serta meminta semua pihak berpartisipasi untuk menuntaskan secepat mungkin daerah yang mengalami kejadian bencana tersebut.

Baca juga: Longsor landa Enrekang-Sulsel akibat intensitas hujan tinggi

Pewarta: M Darwin Fatir
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2020