Padang (ANTARA News) - Museum Adityawarman Sumatra Barat, terletak di Jalan Deponegoro No. 10 Kota Padang, masih terlihat berdiri kokoh pascagempa mengguncang tanah Minang pada 30 September 2009.
Ketika dilihat lebih dekat dan ditengok ke dalam bangunan yang berarsitektur rumah adat Minangkabau, Gajah Maharam itu, ternyata mengalami rusak, bahkan benda-benda bersejarah yang tersimpan di sana berjatuhan.
Peninggalan sejarah dan purbakala di bangunan yang diresmikan 1977 itu, dulu tersusun rapi tetapi kini sejak awal Oktober 2009 berserakkan, bahkan keramik yang selalu dijaga tersebut ada yang hancur.
Kepala Museum Adityawarman Sumbar, Dra. Usria Dhavida mengatakan, benda-benda bersejarah yang berserakkan belum bisa disentuh dan kembali dikemasi.
Namun, keramik yang berserakkan tersebut belum bisa disentuh, dan diperkirakan sekitar 305 yang rusak dan hancur.
"Setelah dilakukan pengecekan oleh tim Unesco dan Japan International Cooperation Agency (JICA) menyarankan agar keramik-keramik peninggalan dinasti Ming yang pacah tak disentuh dulu," katanya sambil melihat dokumentasi keramik peninggalan Dinasti Ming yang rusak.
Tak hanya keramik peninggalan Dinasti Ming yang jatuh, katanya, tetapi benda bersejarah yang berbahan baku seperti tanah liat, merupakan temuan dalam laut ada yang pecah.
Makanya untuk mengemasi, tim Unesco berjanji akan mengupayakan tenaga ahli di bidang benda-benda sejarah untuk melihat lebih lanjut.
"Benda-benda bersejarah itu mempunyai nilai yang amat berharga dan ada cara tersendiri untuk mengemasinya sehingga bisa membedakan. Maka ahlinya yang tahu," katanya.
Sebab, benda bersejarah dan purkala yang rusak dan pecah masih bisa diselamatkan atau dilestarikan, meskipun dalam kondisi tidak utuh.
"Kalau orang yang tidak mengerti merapikan atau mengemasi benda-benda bersejarah yang pecah itu, bisa jadi dibuangnya dan masukan ke dalam karung bersama sama material lainnya,"katanya.
Justru itu, kini masih diamankan dan benda-benda bersejarah itu masih berserakan, tapi petugas satuan pengamanan (Satpam) selalu berjaga disana.
Dia menjelaskan, dalam bangunan bergonjong tujuh yang dilengkapi kiri dan kanannya rangkiang --lumbung padi-- menyimpan dan mengoleksi benda sejarah dan purbakala yang dibagi dalam sepuluh jenis.
Jenis-jenis koleksi utama itu, meliputi Arkeologika Historika, Geografika, Biologika, Etnografika, Numismatika, Keramologika, Filolo-gika, Teknalogika dan Seni Rupa.
Kemudian seni pendukung benda purbakala peninggalan Kerajaan Dharmasraya, yakni berupa duplikat patung Bhairawa dan patung Amoghapasa.
Museum itu, juga ada koleksi yang terbuat dari perak dilapisi emas tua seberat 17,5 gram dan dilengkapi permata berwana putih mengkilat pada bagian tengahnya.
"Keramik peninggalan Dinasti Ming yang jatuh berada di ruangan saya, di sana juga ada berangkas tua yang serah BI ikut rebah. Koleksi lainnya masih banyak juga yang kondisi baik, hanya saja posisinya yang acak-acakan,"katanya.
Layani Pengunjung
Bangunan dengan arsitektur Adat Minangkabau itu, merupakan museum budaya yang penting di Sumatra Barat. Juga merupakan icon untuk menarik wisatawan dalam dan luar negeri.
Melihat kondisi yang ada, kata Kepala Museum Adityawarman, Usria Dhavida, belum jelas sampai kapan bisa kembali melayani pengunjung.
Terkait, petugas yang keseharian di sana masih ada yang belum berani memasuki rungan bangunan tersebut, apalagi naik ke lantai duanya.
Jadi, butuh waktu untuk memperbaikan bangunan tempat menyimpang dan koleksi benda-benda bersejarah serta cagar budaya itu.
"Kita belum tahun kapan bisa diperbaiki, setidaknya tiang-tiang yang berpotensi roboh hendaknya disegerakan," harapnya.
Museum Adityawarman yang berada dalam hamparan lahan sekitar 2,5 hektar dikekelilingi pepohonan nan rindang, bahkan terdapat pula pesawat terbang sisa perang dunia ke II di tamannya.
Suasana sejuk itu, sangat mengundang wisatawan saat musim libur datang bersama anggota keluarganya, karena di sana juga terdapat permainan untuk anak-anak.
Bahkan, Museum banyak didatangi pelajar dari luar Padang, guna mengenali lebih dekat benda-benda sejarah yang ditemukan dalam buka pelajaran di sekolah.
Posisi yang dekat dengan wisata pantai Padang, saat libur sekolah dan nasional cenderung kunjungan meningkat.
Melihat kondisi yang ada pascagempa bumi di penhujung September 2009, tentu sulit bagi pengunjung untuk melihat benda-benda peninggalan sejarah dan purbakala itu.
"Kini usia bangunan dengan arsitektur rumah Adat Minangkabau sudah 33 tahun. Kita berharap bisa segera dibenahi," kata Usria.
(*)
Oleh Siri Antoni
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009