Rapat di Kemenko Maritim ada semacam relaksasi, tetap protokol kesehatan yang utama

Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi akan meminta relaksasi kepada Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 terkait persyaratan dokumen kesehatan untuk calon penumpang bus agar tingkat keterisian bisa mencapai 70 persen.

“Rapat di Kemenko Maritim ada semacam relaksasi, tetap protokol kesehatan yang utama. Sampai saat ini kami memedomani Surat Edaran Gugus Tugas Nomor 7. Protes-protes kondisi masyarakat masih memahami, kita akan mempermudah persyaratan dokumen yang dilengkapi, apalagi kalau sudah banyak daerah zona kuning atau hijau,” kata Budi dalam diskusi di Jakarta, Jumat.

Budi mengatakan mulai 1 Juli mendatang, bus antarkota antarprovinsi (AKAP) boleh mengangkut penumpang maksimal 70 persen dari tingkat keterisian.

Kebijakan tersebut diberlakukan untuk menghindari kenaikan tarif mengingat saat keterisian sudah memenuhi 70 persen, artinya sudah mencapai balik modal (break even point/BEP).

“Pada tanggal 1 Juli kapasitas 70 persen. Kita sudah mengakomodir, merespon ongkosnya enggak boleh naik karena hitungan keekonomian sudah BEP,” katanya.

Namun, Budi mengatakan saat ini di mana tingkat keterisian boleh mencapai setengahnya atau 50 persen, nyatanya tidak banyak penumpang yang melakukan perjalanan.

Sebagai contoh, di Terminal Pulogebang, Jakarta Timur, salah satu bus AKAP jurusan Jakarta-Semarang hanya mengangkut empat orang.

Ia menuturkan salah satu alasan yang membuat masyarakat enggan bepergian adalah syarat dokumen kesehatan di mana berdasarkan SE Gugus Tugas Nomor 7 tentang Kriteria dan Persyaratan Perjalanan Orang dalam masa Adaptasi Kebiasaan Baru Menuju masyarakat Produktif dan Aman Covid-19 untuk perjalanan ke luar kota harus mengantongi hasil negatif tes cepat (rapid test) atau swab PCR.

Dokumen tes cepat itu sendiri hanya berlaku selama tiga hari, jika lebih dari itu dan ingin melakukan perjalanan balik, maka calon penumpang harus melakukan tes kembali, sementara itu untuk jangka waktu tes PCR berlaku selama tujuh hari, namun tarifnya sangat mahal.

“Selain itu ada sejumlah kepala daerah yang memberlakukan protokol kesehatan yang sangat ketat untuk menghindari COVID-19 gelombang kedua, tidak begitu mudah memang bagi masyarakat untuk masuk,” katanya.

Untuk itu, Budi menegaskan protokol kesehatan tetap menjadi panglima, namun pihaknya juga berupaya menyesuaikan dan mengawasi dinamika yang berada di lapangan.

“Sebelum 1 Juli saya akan evaluasi, kita jabarkan bagaimana implementasi, dan refleksinya di angkutan umum sarana prasarana, penumpangnya seperti apa yang kita lakukan,” katanya.

Baca juga: Tarif bus antar-kota mulai naik, Dishub: Karena ada batasan penumpang
Baca juga: Damri Palembang operasikan rute secara bertahap

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020