"Dakwah-dakwah yang disampaikan dengan nuansa keindonesiaan dapat dijadikan semangat oleh umat agar lebih memahami nasionalisme dan keagamaan," kata Boy Rafli ketika menerima kunjungan KH Miftah Maulana Habiburrahman atau Gus Miftah di Kantor BNPT, Jakarta, Kamis.
Boy Rafli mengatakan BNPT akan terus mempererat silaturahim dengan tokoh agama maupun tokoh masyarakat untuk menyebarkan pesan-pesan damai yang dapat mengeratkan persatuan bangsa ini.
Baca juga: BNPT: Ormas Islam kunci pencegahan paham radikal terorisme
"Di tengah gelombang intoleransi yang kini banyak ditemukan di tengah masyarakat, tentunya hal ini penting untuk dilakukan dalam mengatasi hal itu," ujarnya.
Menurut Boy Rafli, BNPT memerlukan bantuan dari para ulama dalam hal pencegahan penyebaran paham radikal terorisme. Selama ini pihaknya menemukan bahwa kelompok-kelompok radikal bersikap seolah-olah berjuang atas nama agama.
"Dari temuan-temuan yang kita lihat selama ini, mereka itu seolah-olah berjuang atas nama agama, berjihad atas nama agama. Namun, ternyata tindakan-tindakan yang dilakukan itu seperti tindakan orang yang tidak memiliki akhlak yang beragama," katanya.
Baca juga: Ketua MUI: radikalisme menyimpang dari Islam
Pada kesempatan itu Gus Miftah memberi saran bahwa untuk mencegah penyebaran paham radikal terorisme perlu ditekankan bahwa sesungguhnya nilai-nilai keindonesiaan dan Pancasila berkesinambungan dengan agama.
Gus Miftah menyatakan sering mensyiarkan Islam Nusantara, Islam dengan karakteristik Indonesia. Menurut dia, ketika agama dan budaya diletakkan secara benar maka akan menjauhkan agama dari kekerasan.
"Maka dakwah yang saya lakukan adalah membudayakan agama, bukan mengagamakan budaya. Pemahaman yang seperti ini jika kita sampaikan dengan bahasa milenial yang sederhana lebih bisa diterima di kalangan masyarakat terutama di generasi muda," ujar kiai muda itu.
Baca juga: BNPT maksimalkan kontraterorisme lewat medsos
Gus Miftah juga menyarankan agar generasi muda yang sering menggunakan media sosial untuk mem-"follow" atau mengikuti akun-akun yang menenteramkan, bukan akun-akun yang menghasut dan justru bisa menghancurkan dirinya sendiri maupun bangsa ini.
"Kita boleh berguru dengan siapa pun. Tapi konteks pada hari ini tentunya dengan guru yang bisa menyelamatkan kita. Semua pengajian memang baik, tapi kalau memang kemudian jauh dari norma-norma dan etika kebangsaan ataupun jauh dari norma agama tentunya hal itu tidak harus kita ikuti. Jadi, selektiflah ketika bermedsos," kata Gus Miftah.
Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2020