"Terkait apresiasi rupiah yang tajam terhadap dolar AS sebenarnya jangan terlalu dipersoalkan karena secara neto memberikan manfaat untuk neraca perdagangan di mana importer akan lebih agresif membeli bahan baku impor sementara ekspor bisa digenjot lebih besar lagi sehingga dapat menaikkan surplus neraca perdagangan," katanya kepada ANTARA di Jakarta, Minggu.
Menurut dia, penguatan rupiah yang terus berlanjut saat ini terjadi secara alami, sehingga gangguan penguatan rupiah justru tidak diharapkan oleh para pelaku pasar.
"Yang penting apresiasi rupiah terjadi secara alamiah dan bukan `by design` (dibuat) kru intervensi otoritas moneter. Kalau memang rupiah berpotensi menuju level Rp9.000 per dola AS, berarti memang rupiah diapresiasi dengan baik oleh pelaku pasar karena kinerja perekonomian yang baik," katanya.
Menurut dia, otoritas moneter yaitu Bank Indonesia sebaiknya tetap fokus pada usaha untuk mengurangi gejolak dan fluktuasi nilai tukar rupiah agar tidak terlalu tajam.
"Yang jelas ada saatnya rupiah menguat dan ada saatnya melemah, semuanya karena mekanisme pasar yang bekerja. Yang penting volatilitas dan fluktuasinya jangan terlalu tajam saja," katanya
Saat ini rupiah terus mengalami penguatan, setelah sebelumnya berada di level Rp10.000, kini telah menembus angka Rp9.500 per dolar AS.
Penguatan nilai tukar juga dialami oleh berbagai negara seiring dengan usaha pemulihan yang dilakukan oleh AS.
Beberapa pengamat mengatakan salah stau penyebab pelemahan dolar karena banyaknya dolar yang disuntikan ke dalam perekonomian AS.
Besarnya dolar AS yang disuntikan ke dalam perekonomian AS juga menjadi perhatian utama para menteri keuangan dunia karena ditakutkan apabila terjadi banjir dolar yang berlebihan dan membuat dolar AS terkoreksi secara tajam akan membuat kekacauan ekonomi dunia.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009