Pekanbaru (ANTARA) - Gugus Tugas Penanganan COVID-19 Provinsi Riau menyatakan belum mempertimbangkan untuk menerapkan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), meski dalam beberapa hari terakhir mengalami lonjakan kasus COVID-19.
“Keperluan untuk PSBB sampai kini masih belum. Kami masih melakukan evaluasi dengan gugus tugas di daerah-daerah yang mengalami penambahan kasus cukup banyak, seperti Kota Pekanbaru, Indragiri Hilir, Bengkalis dan Kota Dumai,” kata Sekretaris Gugus Tugas Penanganan COVID-19 Riau Syahrial Abdi dalam pernyataan pers di Pekanbaru, Kamis.
Riau sebelumnya sempat memberlakukan PSBB selama 14 hari yang berakhir pada 28 Mei 2020. Setelah itu, pemerintah mulai memberikan pelonggaran menuju fase tatanan hidup baru (normal baru), namun kedisiplinan warga untuk melaksanakan protokol kesehatan masih rendah.
Baca juga: Bisnis hotel di Pekanbaru mulai menggeliat setelah PSBB berakhir
Dalam tiga hari terakhir Riau mengalami lonjakan kasus COVID-19 dan hingga Kamis (25/6) mencapai 217 kasus positif COVID-19. Rinciannya 88 dirawat, 120 sehat dan sudah dipulangkan dan sembilan meninggal dunia. Kasus positif tersebar di sembilan kabupaten dan kota, dan paling banyak di Kota Pekanbaru dengan 79 kasus serta Kabupaten Indragiri Hilir 55 kasus.
Syahrial Abdi mengatakan hasil evaluasi dengan Gugus Tugas Penanganan COVID-19 Kota Pekanbaru intinya meminta agar ada revisi dalam Peraturan Wali Kota Pekanbaru yang mengatur perilaku hidup baru masyarakat di normal baru agar lebih tegas mendisiplinkan masyarakat. Sanksi tersebut berupa denda bagi individu maupun pelaku usaha.
Sebab, katanya, peraturan yang dikeluarkan hanya mengatur sanksi berupa teguran dan administrasi bagi yang tidak memberlakukan protokol kesehatan. "Sanksi ini tujuannya agar ada efek jera. Misalkan, denda bagi warga yang tidak mengenakan masker dan pelaku usaha restoran,” ujarnya.
Wali Kota Pekanbaru FIrdaus mengaku belum berencana untuk mengusulkan PSBB lagi, meski daerah itu kembali ke zona merah COVID-19. Pemkot Pekanbaru tetap menerapkan Perilaku Hidup Baru (PHB) karena dinilai lebih memungkinkan untuk menjaga kesehatan masyarakat sekaligus menjaga roda perekonomian tetap bergerak.
Baca juga: PSBB Riau usai, Gugus Tugas COVID-19 waspadai datang gelombang kedua
“Kita tetap PHB, karena dengan tatanan hidup baru ini ada dua misi yang bisa kita jalankan, yaitu untuk menjaga kesehatan dan keselamatan masyarakat dengan protokol kesehatan. Misi kedua untuk memberikan kesempatan bagi ekonomi masyarakat terus bergerak. Syaratnya harus disiplin menerapkan protokol kesehatan,” katanya.
Ia mengatakan rasio penularan virus kali ini lebih tinggi daripada gelombang pertama. Pada gelombang pertama rasio penularan COVID-19 hanya 0,4, namun pada gelombang kedua di atas 1. Kalau dilihat per kasus malah bisa dikatakan berada di rasio 4. Artinya satu orang menularkan kepada 4 orang lainnya.
Penularan virus corona pada gelombang kedua ini diakibatkan ketidakdisiplinan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan. Di Kota Pekanbaru kini ada dua klaster penularan besar, yakni klaster Palembang yang menghasilkan 13 kasus positif, dan Klaster BRI dengan 17 pasien positif.
Baca juga: Tiga hari nihil penambahan positif COVID-19, 77 pasien di Riau sembuh
Baca juga: Lima daerah di Riau mulai diberlakukan PSBB 15 hingga 28 Mei
Ia mengiakan agar masyarakat tidak lalai untuk disiplin menerapkan protokol kesehatan. “Protokol kesehatan itu harus tetap dilakukan dengan disiplin. Cuci tangan dengan sabun, hindari kontak fisik dan jaga jarak, hindari keramaian, menggunakan masker di luar rumah, dan periksakan diri ke pelayanan kesehatan jika ada gejala, seperti demam dan flu,” katanya.
Pewarta: FB Anggoro
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020