Jakarta, 10/10 (ANTARA) - Pemberitaan media massa yang provokatif bisa memicu konflik antara Indonesia dan Malaysia.
Wakil Ketua DPR Anis Matta, di Jakarta, Sabtu, mengatakan, hubungan kurang harmonis yang sampai memicu konflik antara Indonesia dan Malaysia antara lain disebabkan pemberitaan media massa yang provokatif dan cara pandang masyarakat.
"Soal klaim warisan budaya Indonesia oleh warga Malaysia, karena Indonesia dan Malaysia adalah bangsa serumpun," kata Anis Matta menjawab pertanyaan ANTARA soal sikap sekelompok masyarakat Indonesia yang melakukan razia terhadap warga Malaysia di Jakarta terkait klaim warisan budaya dan tindakan kekerasan terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI) di Malaysia.
Dikatakannya, sebagai bangsa serumpun banyak persamaan antara Indonesia dan Malaysia, mulai dari bahasa, makanan, sampai budaya, sehingga peluang warga Malaysia mengklaim warisan budaya menjadi sangat terbuka.
Apalagi, kata dia, banyak warga negara Indonesia (WNI) yang sudah lama bermukim di Malaysia.
Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera (Sekjen PKS) ini mengusulkan, guna menghindari lebih banyak klaim warisan budaya Indonesia oleh Malaysia, hendaknya bangsa Indonesia lebih kreatif dengan mendafarkan seluruh warisan budayanya pada lembaga paten, sehingga tidak bisa diklaim oleh bangsa lain.
Anis mencontohkan, warisan budaya batik yang telah diakui dunia internasional sebagai warisan budaya Indonesia. Unesco, sebuah badan dibawah Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mengakui batik sebagai warisan budaya dunia asal dari Indonesia.
Demikian juga warisan budaya yang lain seperti kesenian, musik, lagu, tarian, dan sebagainya, kata dia, hendaknya segera dipatenkan agar tidak tidak bisa diklaim bangsa lain.
Untuk percepatan pendaftaran paten, menurut dia, hendaknya pemerintah bersikap pro-aktif dengan membuat daftar seluruh warisan budaya Indonesia dan segera mendaftarkan pada lembaga paten.
"Jika pemerintah Indonesia sudah melakukan percepatan mendaftarkan seluruh warisan budayanya pada lembaga paten, saya kira kita tidak perlu marah-marah pada Malaysia, karena Malaysia tidak bisa mengklaim lagi," katanya.
Anis juga mengimbau pada media massa untuk tidak menyiarkan pemberitaan provokatif yang bisa memancing emosi masyarakat.
Menurut dia, kalau hubungan antara Indonesia dan Malaysia sampai rusak, maka kedua negara tidak ada yang merasa diuntungkan, karena keduanya bersahabat dan saling membutuhkan. (*)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009
Bapak yg ngmg dsana ! Jangan cuma ngomong donk,LAKUIN ! Anak muda sekarang banyak bekerja sedikit bicara !
Tau gk d facebook group sekarang lagi perang Dunia Maya antara Indonesia-malasya ?
liat donk kesana,pasti bapak juga bakal kesal bacanya !
Bangsa indonesia,Orang Ri itu bak harga mati dimata Malaysia atau bangsa2 lain.
Apa sebab begitu,WNI kebanyakan yg tinggal di luar negeri hanyalah sbg TKI.
Hanya sebagian kecil yg punya bisnis atau study.
Tergantung para pemimpin KIta / bangsa Ri
Apa mau terus di hina oleh neg. serumpun sekalipun. Fakta memang jelas bahwa bangsa Indon banyak yg jadi budak di Jiran.
Tp ini bukanlah kesalah Rakyat.
Yg dilakukan oleh pejabat kita hanyalah KORUPSI.