Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) Surin Pitsuwan menyeru masyarakat internasional segera bersikap mengatasi masalah perubahan iklim untuk menyelamatkan bumi dari kerusakan permanen akibat pemanasan global.
Pesan itu, menurut keterangan dari Sekretariat ASEAN di Jakarta, Jumat, diserukan Surin dalam pertemuan Perubahan Iklim negara-negara ASEAN di Bangkok yang berlangsung 28 September hingga 9 Oktober 2009.
Merujuk pada laporan Pengkajian Ekonomi Perubahan Iklim, Surin menekankan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk bersikap sekarang terhadap masalah-masalah perubahan iklim hanya memerlukan 1 persen dari pendapatan dunia.
Sedangkan penundaan aksi, lanjutnya, akan menelan biaya lebih dari 20 persen pendapatan dunia di masa depan. Hilangnya nyawa manusia dan penderitaan yang tidak dapat dinilai dengan materi juga menjadi pokok perhatian.
"Pesan kunci dari pertemuan tingkat tinggi G-20 baru-baru ini di Pittsburg adalah bahaya Kerangka Kerja Konvensi PBB tentang Perubahan Iklim di Kopenhagen pada Desember 2009 harus berhasil," katanya.
Untuk mendukung hal itu, lanjut dia, harus ada kemajuan yang ditunjukkan dalam Perundingan Perubahan Iklim Bangkok ini.
Mantan Menteri Luar Negeri Thailand itu juga menekankan bahwa perhatian besar dan komitmen politik yang dibuat oleh para pemimpin negara harus dapat diwujudkan dalam perundingan yang sedang berlangsung itu, sehingga suatu hasil yang adil dapat dicapai di pertemuan Kopenhagen yang diikuti oleh seluruh negara dengan prinsip kesamaan namun berbeda tanggung jawab serta menghormati kemampuan masing-masing.
Di tingkat regional, para pemimpin ASEAN telah menyepakati suatu deklarasi di Pertemuan Perubahan Iklim Bali 2007 lalu, dan bersiap untuk menyepakati suara Pernyataan Bersama di Konferensi Kopenhagen mendatang.
Surin juga menyeru para juru runding ASEAN untuk berbicara dengan satu suara mengenai isu perubahan iklim yang terkait dengan perlindungan kepentingan kawasan.
Menurut dia, walaupun seluruh dunia menderita akibat perubahan iklim, namun ASEAN terutama sangat rentan terhadap perubahan iklim. Kawasan ASEAN memiliki ekosistem yang unik dan sumber daya alam yang melindungi lingkungan global.
"Kami menderita saat ini dengan badai, banjir, gempa bumi dan beberapa bencana alam lain. Kami tidak ingin membuat bencana-bencana ini jauh lebih buruk," kata Surin yang baru saja melakukan kunjungan ke Padang, Sumatra, Indonesia yang barusaha digoncang gempa.
Sekjen ASEAN juga menawarkan kantornya untuk mempromosikan perubahan iklim dalam jangka panjang.
"Saya memastikan bahwa ada fokus yang lebih besar dan kolaborasi antar sektor, pembelajaran lebih spesifik untuk mendukung aksi-aksi dan berkerja dengan mitra kami dari luar kawasan guna mendorong penerapan kemitraan global," katanya.
ASEAN yang terdiri dari 10 negara Asia Tenggara --Indonesia, Brunei, Thailand, Vietnam, Laos, Myanmar, Singapura, Malaysia, Filipina dan Kamboja-- dibentuk lebih dari 40 tahun lalu di Bangkok dan akan menggelar KTT ke-15 di Hua Hin pada akhir Oktober 2009.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009