Washington (ANTARA News) - Pemimpin religius Tibet di pengungsian, Dalai Lama, Kamis, mengabaikan penolakan Presiden Barack Obama dan mengatakan bahwa dia yakin Obama akan mengangkat isu Tibet ketika mengunjungi China bulan depan.

"Dai telah mengindikasikan bahwa dia akan berbicara dengan China dan tampaknya dia (akan) serius membahas dengan pihak China mengenai isu Tibet," kata Dalai Lama kepada CNN dalam sebuah wawancara di Washington.

"Sebuah diskusi serius jauh lebih baik dari sekedar sebuah foto, jadi saya tidak kecewa," kata pendeta Budhha berusia 74 tahun itu, merujuk pada hilangnya kesempatan berfoto bersama Obama.

Obama, yang akan berkunjung ke Beijing pada pertengahan November, menghentikan tradisi dari tiga pendahulunya dan tidak menerima Dalai Lama dalam sebuah kesempatan bincang-bincang singkat di Gedung Putih.

Keputusan untuk tidak bertemu dengan pemimpin Tibet itu dibuat ditengah-tengah upaya untuk memperbaiki hubungan AS-China mengenai isu pemanasan global dan keuangan internasional serta program nuklir Korea Utara.

Kelompok Hak Asasi Manusia (HAM) dan pihak oposisi Republik mengritik sikap Obama yang disebut lunak terhadap China.

Namun Dalai Lama, yang berada di Washington pekan ini untuk menerima penghargaan Hak Asasi Manusia (HAM) dan melakukan serangkaian ceramah spiritual, mengatakan bahwa ia diberitahu oleh para utusan jika keputusan Obama diambil "untuk mencegah mempermalukan Presiden China".

Menyebut Obama sebagai "tidak hanya simpatik" tapi bersedia melakukan sesuatu yang praktis, untuk membantu situasi hak asasi manusia di Tibet, Dalai Lama mendesak para pengritik untuk berpikir lebih menyeluruh dan tidak hanya fokus pada tidak adanya pertemuan dengan Gedung Putih.

Dia mengatakan kepada CNN bahwa dia berharap untuk bertemu Obama di Washington setelah pertemuan Presiden Amerika Serikat (AS) itu dengan pemimpin China Hu Jintao pada November mendatang, pada akhir tahun ini atau awal 2010.

China mengirimkan pasukan ke Tibet pada 1950, yang mengakibatkan Dalai Lama mengungsi ke India untuk membentuk pemerintahan di pengasingan.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009