Abuja (ANTARA News/Reuters) - Lebih dari 15.000 gerilyawan di daerah penghasil minyak Delta Niger menyerahkan senjata mereka dan menerima pengampunan tanpa syarat dari Presiden Nigeria Umaru Yar`Adua, kata seorang pejabat tinggi pemerintah, Kamis.
Jumlah orang yang mengambil bagian dalam program amnesti yang berakhir waktunya Minggu itu melampaui perkiraan pemerintah dan menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana orang-orang itu nanti direhabilitasi dan disatukan kembali ke dalam masyarakat.
Tawaran amnesti Yar`Adua itu merupakan salah satu upaya paling serius untuk mengendalikan kerusuhan yang membuat Nigeria gagal memproduksi lebih dari duapertiga kapasitas minyaknya, sehingga negara itu rugi milyaran dolar.
Namun, para aktivis dan penduduk Delta Niger khawatir bahwa mantan gerilyawan bisa dengan mudah kembali ke kawasan sungai dan memulai lagi serangan-serangan jika Abuja tidak segera memberi mereka pekerjaan.
Marsekal Madya Lucky Ararile, koordinator utama program amnesti, mengatakan, 8.299 gerilyawan telah menyerahkan hampir 3.000 senjata mereka, termasuk senapan mesin dan peluncur roket serta 18 kapal meriam hingga Selasa.
Jumlah itu tidak mencakup orang-orang yang menyerahkan diri pada saat-saat terakhir, termasuk pemimpin-pemimpin militan Government Tompolo, Farah Dagogo dan Ateke Tom, pada akhir pekan.
"Pada akhirnya kami memperkirakan sekitar 14.000 hingga 15.000 orang pada saat orang-orang itu tercatat sepenuhnya. Sebagian besar dari kelompok yang kami tahu menerima amnesti tersebut," kata Ararile kepada wartawan di Abuja, ibukota Nigeria.
Namun, pemerintah hanya membangun tiga tempat untuk mendidik dan menampung ribuan mantan gerilyawan di Delta Niger.
"Kami memiliki kapasitas penuh untuk 2.400 orang untuk sementara ini, namun kita berbicara mengenai 15.000 mantan militan," kata Ararile.
Jika pemerintah tidak segera membangun pusat-pusat penampungan lain, mantan gerilyawan harus menunggu selama enam bulan sebelum memulai program reintegrasi mereka.
Program amnesti tawaran Yar`Adua itu, yang diberlakukan dari 6 Agustus hingga 4 Oktober, bertujuan melucuti senjata militan, mendidik dan merehabilitasi militan dan penjahat di Delta Niger. Pemerintah berharap 20.000 orang bersenjata mengambil peluang tersebut.
Sebagai bagian dari upaya amnesti itu, pemerintah pada 13 Juli membebaskan Henry Okah, seorang pemimpin MEND, setelah tuduhan terhadapnya dibatalkan.
MEND menanggapi langkah itu dengan mengumumkan gencatan senjata 60 hari dalam "perang minyak" mereka.
Gerakan bagi Emansipasi Delta Niger (MEND), kelompok paling lengkap persenjataannya diantara sejumlah kelmpok pemberontak yang beroperasi di wilayah selatan penghasil minyak, mengklaim melancarkan sejumlah serangan sejak pemerintah Nigeria menawarkan amnesti pada Juni.
MEND telah mendesak semua perusahaan minyak yang masih beroperasi di Delta Niger segera pergi, dengan mengancam melancarkan serangan-serangan baru.
MEND bertanggung jawab atas serangkaian serangan terhadap perusahaan-perusahaan minyak besar yang mencakup Shell, Chevron dan Agip.
Serangan-serangan itu membuyarkan harapan bahwa tawaran amnesti akan menciptakan masa tenang.
Delta Niger sejak 2006 dilanda kerusuhan oleh kelompok-kelompok bersenjata yang menyatakan berjuang untuk pembagian lebih besar dari kekayaan minyak di kawasan itu bagi penduduk setempat.
Kerusuhan itu telah menurunkan ekspor minyak Nigeria menjadi 1,8 juta barel per hari, dari 2,6 juta barel tiga setengah tahun lalu.
Kelompok MEND, yang bulan Juni mengumumkan "perang minyak habis-habisan" yang bertujuan menghentikan produksi, mengakhiri gencatan senjata pada 31 Januari setelah serangan militer terhadap salah satu kamp mereka di Delta Niger, dan memperingatkan mengenai serangan besar-besaran terhadap industri minyak.
MEND mengumumkan gencatan senjata pada September namun berulang kali mengancam akan memulai lagi serangan jika "diprovokasi" oleh militer Nigeria.
Militer Nigeria memulai ofensif terbesar dalam beberapa tahun ini pada pertengahan Mei, dengan membom kamp-kamp militan di sekitar Warri di negara bagian Delta dari udara dan laut dan mengirim tiga batalyon pasukan untuk menumpas pemberontak yang diyakini telah melarikan diri ke daerah-daerah sekitar.
Militer menyatakan tidak bisa berpangku tangan lagi setelah serangan-serangan terhadap pasukan, pemboman pipa minyak dan pembajakan kapal minyak, yang semuanya membuat Nigeria gagal mencapai produksi penuhnya selama beberapa tahun ini.
Geng-geng kriminal juga memanfaatkan keadaan kacau dalam penegakan hukum dan ketertiban di wilayah itu. Lebih dari 200 warga asing diculik di kawasan delta tersebut dalam dua tahun terakhir. Hampir semuanya dari orang-orang itu dibebaskan tanpa cedera.
Nigeria adalah produsen minyak terbesar Afrika namun posisi tersebut kemudian digantikan oleh Angola pada April tahun lalu, menurut Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC).(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009