Pandemi COVID-19 telah mendorong perubahan pola perilaku konsumen yang pada gilirannya menuntut pelaku usaha mengubah cara menjalankan usahanyaJakarta (ANTARA) - Partner of Tax Research and Training Services Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji menilai pemerintah perlu mengkaji ulang pemberian insentif terhadap usaha terdampak pandemi COVID-19 yang realisasi pemanfaatannya oleh pelaku usaha masih relatif rendah.
Menurut Bawono, dalam rilis yang diterima di Jakarta, Rabu, pandemi COVID-19 telah mendorong perubahan pola perilaku konsumen yang pada gilirannya menuntut pelaku usaha mengubah cara menjalankan usahanya.
Adaptasi terhadap teknologi yang mengedepankan pola pikir progresif dan menghasilkan produk inovasi, dinilai akan menjadi kunci keberhasilan pelaku usaha. Oleh karena itu, dukungan insentif fiskal yang tepat diperlukan untuk pengembangan inovasi.
"Untuk mendorong lebih banyak investasi dan inovasi, struktur biaya (cost structure) perusahaan dapat menjadi bahan pertimbangan pemerintah dalam merumuskan insentif khusus bagi perusahaan yang berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan (R&D) dan pengembangan produk berdasarkan teknologi di dalam negeri," ujar Bawono.
Bawono menuturkan, desain insentif pajak dan cukai yang tepat, bisa menjadi instrumen untuk menarik perusahaan memanfaatkannya sehingga dapat meningkatkan daya saing ke depan.
Saat ini, pemerintah tengah berupaya mengendalikan dampak ekonomi akibat pandemi dengan menebar berbagai insentif yang ditujukan bagi industri guna mendorong pergerakan perekonomian nasional. Namun nyatanya, insentif tersebut kurang dimanfaatkan oleh pelaku usaha dan dinilai belum optimal.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, pemanfaatan insentif usaha terdampak COVID-19 baru mencapai 6,8 persen dari dari total biaya yang digelontorkan pemerintah sebesar Rp120,61 triliun.
Badan Kebijakan Fiskal (BKF) menyebutkan, program stimulus fiskal tersebut masih menghadapi berbagai tantangan di tingkat operasional. Pemanfaatan insentif oleh pelaku usaha dan pembiayaan korporasi masih jauh dari optimal.
Kepala BKF Febrio Nathan Kacaribu menyebutkan banyak wajib pajak yang dinilai berhak untuk menerima insentif, namun tidak mengajukan permohonan.
Oleh karena itu, otoritas membuka ruang adanya revisi kebijakan insentif fiskal jika memang realisasinya tidak optimal. Pemerintah juga akan lebih fleksibel dalam melihat insentif apa yang berhasil dan yang tidak untuk mengoptimalkan penggunaan insentif dalam rangka mendorong perekonomian pasca COVID-19.
Baca juga: Kemenkeu: Penerima insentif usaha akibat COVID-19 baru 6,8 persen
Baca juga: Kemenkeu catat 1,25 juta debitur KUR dapat relaksasi kredit
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020