Yogyakarta (ANTARA News) - Pakar telematika Roy Suryo mengatakan perlu ada aturan khusus bagi media dalam menyiarkan langsung jalannya persidangan di pengadilan untuk menghindari kemungkinan ada pihak yang memanfaatkan situasi.
"Siaran langsung pembacaan surat dakwaan kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen dengan terdakwa Antasari Azhar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, memang tidak bisa dihentikan karena sidang ditetapkan terbuka untuk umum," katanya di Yogyakarta, Kamis, menanggapi siaran langsung televisi sidang kasus Antasari Azhar.
Menurut dia, siaran langsung jalannya persidangan memang tidak ada aturannya sehingga media dapat meliput dan menyiarkannya.
"Namun untuk mengantisipasi muncul masalah baru dalam siaran langsung tersebut, perlu disiapkan aturan misalnya harus ada pembicaraan antarpihak mulai dari pengadilan, komisi penyiaran dan masyarakat," katanya.
Ia mengatakan dalam kasus ini ada dua aturan yang bisa disiapkan, yakni aturan persidangan dan aturan penyiaran. Aturan persidangan menyebutkan sidang terbuka untuk umum sehingga publik dapat mengikuti seluruh jalannya persidangan, sedangkan aturan penyiaran menyebutkan harus ada etika sehingga harus memperhatikan norma-norma yang berlaku.
"Keterbukaan di Indonesia memang sangat luar biasa, kamera bisa masuk dalam persidangan. Di Amerika Serikat meski sidang berlangsung terbuka untuk umum, kamera tetap tidak boleh masuk," katanya.
Roy mengatakan perlu ada kesepakatan antara pengadilan, komisi penyiaran dan masyarakat dalam membuat aturan terkait penyiaran proses persidangan.
"Apakah pihak pengadilan membolehkan sidang terbuka untuk umum dalam konteks yang lebih luas seperti dapat disiarkan secara langsung, kemudian bagaimana komisi penyiaran menentukan mana yang boleh disiarkan secara langsung atau tidak, apakah pembacaan dakwaan, tuntutan atau vonis," katanya.
Ia mengatakan, perlu diminta pula sikap masyarakat terhadap siaran langsung proses persidangan. Meski diatur kalau masyarakat memang menilai tidak mengganggu, sia-sia saja aturannya.
Menurut dia, apa yang dibacakan dalam persidangan khususnya surat dakwaan sebenarnya belum tentu merupakan fakta karena masih harus dibuktikan dalam persidangan baik melalui keterangan saksi maupun alat bukti.
"Hal ini yang rawan disalahgunakan pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan siaran langsung tersebut untuk menyerang terdakwa atau kapentingan lain, padahal belum tentu terdakwa dalam persidangan terbukti bersalah atau melakukan perbuatan yang didakwakan," katanya.
Pakar komunikasi Henry Subiakto sebelumnya menyesalkan penyiaran langsung pembacaan surat dakwaan Antasari Azhar, terdakwa kasus dugaan pembunuhan terhadap Nasrudin Zulkarnaen, di PN Jakarta Selatan, yang menjelaskan rinci hubungan badan terdakwa dengan Rani Juliani.
"Dari sisi hukum, penyiaran langsung maupun apa yang dikutip oleh sejumlah media `online` boleh saja, namun dari segi etika hal tersebut kurang mendidik khususnya bagi anak-anak dan remaja," katanya.
Menurut pakar komunikasi dari Universitas Airlangga Surabaya itu, dari pihak media harus ada sensor seperti yang dilakukan oleh sejumlah negara seperti Singapura dan Inggris di mana di negara-negara tersebut tidak diperbolehkan ada kamera televisi maupun foto berada di ruang sidang.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009