"KPI akan segera memplenokannya, dan memanggil TV yang bersangkutan untuk memberikan klarifikasi," kata anggota KPI Bimo Nugroho Sekundatmo di Batam, Kamis.
Ia mengatakan kasus itu harus segera ditanggapi KPI.
Menurut dia, seharusnya, lembaga penyiaran berhati-hati dalam siaran langsung, agar hal di luar dugaan tidak terjadi.
"Sebagai antisipasi, seharusnya, TV bisa melakukan siaran tunda selama satu atau dua detik, dalam siaran seperti ini," kata dia.
Jika ada hal yang tidak senonoh, kata dia melanjutkan, maka pihak TV bisa mengeditnya, dalam siaran tunda.
"Ketika jaksa mengungkapkan hal yang tidak layak dikonsumsi, maka bisa dikoreksi editor," kata dia.
Berbeda dengan tidak tidak senonoh pada program Empat Mata, maka, menurut Bimo, jaksa tidak bisa disalahkan dalam siaran langsung pembacaan dakwaan Antasari Azhar.
"Jaksa tidak bisa disalahkan, dia hanya melakukan tugasnya," kata dia.
Akibat kecerobohan media, kata dia, maka berdampak buruk bagi penonton, terutama anak-anak.
Di lain sisi, ia mengatakan siaran langsung yang mengungkap hal yang tidak senonoh dapat mengurangi "public trust".
"Media harus menjaga kehormatan, privasi, agar tidak dipublikasikan," kata dia.
Di tempat terpisah, Wakil Ketua KPI Batam Aulia Indriyati menyesalkan siaran langsung yang mengumbar hal tidak senonoh.
"Siaran itu dipublikasikan sebelum jam 21.00 WIB, banyak anak yang menyaksikan," kata dia.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Cyrus Sinaga, yang membacakan dakwaan terhadap Antasari menyebutkan, atas suruhan Nasruddin Zulkarnaen, Rani Juliani bertemu dengan Antasari Azhar di Hotel Gran Mahakam untuk menagih janji berhubungan intim.
Dalam persidangan tersebut, JPU menjelaskan dengan kata-kata vulgar mengenai peristiwa yang terjadi antara Antasari Azhar dan Rani Juliani di Hotel Gran Mahakam, Jaksel.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009