Indramayu (ANTARA News) - Kejaksaan Negri Indramayu, Jawa Barat terus melakukan penyelidikan kasus dugaan korupsi Prona 2008 yang melibatkan pejabat BPN Indramayu.
Kepala Kejaksaan Negri Indramayu Kusnin SH di Indramayu Kamis mengatakan, semua kasus korupsi akan kami tindak lanjuti seperti Prona 2008, dalam kasus pembuatan sertifikat gratis mestinya masyarakat tidak dipungut biaya kembali karena sudah tersedia anggaran dari pemerintah.
"Anggaran telah disediakan bantulah masyarakat kecil, kasihan mereka harus mengeluarkan uang kurang dari Rp1,5 juta hanya untuk mendapatkan sertifikat, padahal sertifkat tersebut gratis," ujarnya.
Dia menambahkan,korban dalam dugaan kasus korupsi prona 2008, rakyat kecil yang sehari-hari hanya sebagai petani dimana pengasilan mereka terbatas, mestinya pejabat BPN punya hati nurani menginjak daerah miskin bukan menekan bahkan memungut mereka dengan nilai uang hingga milyaran.
Menurut dia, kapan kota penghasil minyak ini akan berubah, kalau korupsi terus merajalela di setiap sektor, kita harus segera hentikan perbuatan jahat mereka, karena merusak dan menghancurkan kemajuan di Indramayu,
Sementara itu Kepala seksi Pidana Khusus Drs Mahfudiyanto SH mengaku, kasus prona sudah masuk ketahap penyelidikan dimana semua pihat yang terlibat dimintai keterangan.
"Kami akan terus berusaha untuk membukitkan dugaan kasus korupsi, yang dilakukan oleh pejabat BPN Indramayu dalam proyek pembuatan sertifikat gratis (PRONA) 2008, semua pelaku akan ditindak tanpa membedakan statusnya," tandasnya.
Ia menambahkan,kejahatan korupsi membahayakan pembangunan di Indramayu, untuk itu kami harus segera mengambil tindakan tegas, supaya mereka jera dan tidak mengulangi perbuatan jahat tersebut, harapan kami semua kasus korupsi dapat diselesaikan di pengadilan dengan hukuman yang setimpal.
H.Dartem seorang warga yang dipungut biaya dalam pembuatan sertifikat gratis mengaku, kecewa setelah mengetahui bahwa tidak perlu mengeluarkan biaya untuk mendapatkan sertifikat tersebut.
"Uang yang harus kami keluarkan kurang dari Rp1,5 juta, uang tersebut terpaksa disediakan karena keinginan tanahnya bersertifikat," ujar Dartem.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009