Jakarta,(ANTARA News) - Olok-olok bagi mereka yang memeluk idiom tiadanya satu kata dan perbuatan, kontan terbantahkan oleh dua "assists" dari Didier Drogba. Pemain asal Pantai Gading itu memberi bukti, karena dua asa terang benderang memberi kemenangan Chelsea 2-0 atas musuh bebuyutannya Liverpool pada Minggu (4/10).

Simsalabim, malaikat pelindung Stamford Bridge mulai menurunkan embun berkat di bawah kolong langit.

Efek kemenangan pekan pertama Oktober itu mengusir tekanan bagi Chelsea karena takluk 1-3 dari Wigan Athletic pekan lalu. Dan pasukan asuhan Carlo Ancelotti "hanya" menang dengan gol semata wayang ketika meladeni Apoel Nicosia di Champions League.

Dengan meraup 21 poin, unggul 2 poin atas Manchester United, The Blues membelai singgasana klasemen Liga Primer dengan mengecup peringkat pertama. Inikah tuah dari manifesto Chelsea ketika meniti rel sejarah Liga Primer?

Mengapa tidak. Ini kemenangan pertama "Si Biru" atas "Si Merah" sejak 2006. Ini kemenangan pertama Chelsea atas Liverpool dalam enam laga Liga Primer. Ketika menjalani lima duel sebelumnya, The Reds membukukan tiga kemenangan dan dua hasil imbang.

Kali terakhir The Blues memberi pelajaran kepada The Reds terjadi pada September 2006. Kala itu balatentara Jose Mourinho menggebuk pasukan Rafa Benitez 1-0 di Stamford Bridge. Dan Drogba menyarangkan gol tunggal itu.

Ini pesona dari pijar teks dari manifesto Chelsea. Ini pembuktian dari Drogba yang telah meneken kontrak selama tiga tahun sampai 2012, terhitung sejak awal Agustus 2009. Ini manifesto bagi mereka yang menggeluti dunia kerja, karena cara mengejanya, profesionalisme berbayar kesetiaan.

Miniatur dari manifesto Chelsea, salah satunya menggumpal dalam diri Drogba. Sejak 2004, ia menuruti kata hatinya dengan hijrah dari Olympique Marseille ketika pelatih Portugal Jose Mourinho membayarnya senilai 20 juta poundsterling (sekitar 33.95 juta dolar AS).

Profesionalisme membuat narasi seksi bahwa domba kini telah berbulu serigala. Siapa menyergap siapa, untuk apa dan ke mana? Jawabannya setengah guyonan bahwa mancing duit, pake duit.

Nyatanya, manifesto Chelsea - dengan murid setia Drogba - dapat mengilhami dunia persahabatan, bahkan dunia percintaan. Ketika memutuskan tali persahabatan, ketika mengucap "dunia tidak sedaun kelor" kepada si dia yang merenggut mahkota kebebasan bertindak, maka manifesto bukan sebatas urut-urutan logika curhat, melainkan selebar keberanian berkata, "Kenapa tidak kautulis saja sepucuk surat dan kaumaki-maki dia sepuas hatimu?"

Yang memesona dari manifesto Chelsea, menuliskan perasaan positif dan menyusun "jurnal rasa syukur" yang terpusat kepada hal-hal yang baik saat meniti rona hidup.

Kata Drogba, "seperti biasanya, itu adalah laga yang sulit. Itu adalah salah satu yang bagus untuk kami. Anda harus menang di kandang dan sangat luar biasa mendapat tiga angka. Kami sangat gembira (karena) sangat penting mengalahkan Liverpool, mengingat mereka adalah saingan langsung kami dalam perebutan gelar".

Setelah membarui kontraknya di Chelsea, pemain berusia 31 tahun itu menulis jurnal harapan. "Saya tetap berada di sini karena saya berambisi merebut sebanyak mungkin trofi. Gelar Liga Primer dan gelar lainnya. Inilah alasan saya menetapkan hati di Chelsea," kata Drogba dalam laman klub itu.

Dalam lima musim, Drogba telah melesakkan 94 gol dalam 216 penampilan. Buahnya, dua gelar Liga Primer, dua Piala FA dan dua Piala Liga. "Tujuan utama keberadaan saya, yakni memenangi Liga Champions," katanya.

Nah, kombinasi dari optimisme plus rasa syukur inilah yang merevolusi Chelsea. Salah satunya dikobarkan oleh "allenatore" asal Italia, Carletto yang berujar, "menuangkan perasaan positif di atas kertas dan mengirimkannya kepada seseorang telah membawa perbedaan besar, membuat perasaan jadi melegakan".

Ketika merespons kemenangan atas Liverpool, Ancelotti mengatakan, "Kemenangan ini mengejutkan meski kami terus tetap berkonsentrasi. Memang kami telah berada di puncak klasemen dan kami terus bersiap di laga selanjutnya, utamanya untuk merebut kemenangan ketika menjalani laga tandang di Sunderland.

Intinya, tetaplah kuat dan kokoh serta lihatlah apa yang sedang berkembang". Ini manifesto Chelsea yang diintroduksi Carletto.

Keampuhan duo manifesto dari dwitunggal Drogba dan Carletto meminta tumbal. Bicara gelar, kefavoritan Liverpool tampak melorot seiring kekalahan ketiga klub asuhan Rafa Benitez ini. Namun Rafa yakin The Reds masih punya peluang.

"Saya merasa performa kami tak buruk melawan tim bagus. Jika membuat kesalahan saat melawan tim bagus, mereka akan membuat gol. Kami membuat peluang, tapi mesti mencetak gol jika ingin kembali ke laga bermakna," katanya.

Laga Chelsea lawan Liverpool berlangsung alot. Kedua tim jual beli serangan. Di babak kedua Chelsea membuktikan lebih mumpuni dan mencetak dua gol lewat Nicolas Anelka dan Florent Malouda. Kekalahan ini membuat Liverpool tersendat di peringkat kelima dengan 15 poin atau tertinggal enam angka dari Chelsea di puncak klasemen. Kata Benitez, Liverpool akan menjuarai Liga Primer. Menurutnya, masih terlalu pagi untuk bicara juara.

Drama dari manifesto Chelsea versus Manifesto Liverpool membuahkan makna kritik secara autentik. Kritik berarti berupaya menegasi segala rintangan. Kritik berarti berdialektika, karena makna laga bermuara kepada asa menanggulangi segala rintangan. Kritik beralaskan kepada praksis kehidupan.

Apa yang terjadi dalam laga adalah mereka yang bergumul dan bekerja bersama alat kerja untuk mengolah alam semesta, bukan berkutat dalam hubungan "tuan dan budak", apalagi mengeksploitasi sesama demi tujuan pribadi. Inilah energi pembebasan dari manifesto Liga Primer.(*)

Pewarta: Oleh A.A.Ariwibowo
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009