Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN), Shidiq Moeslim, menyatakan bahwa pemerintah Indonesia tidak perlu meminta keringanan kepada Uni Eropa (UE) atas rencana pemberlakuan sertifikasi hasil tangkapan (SHT) di kawasan itu.
Hal ini disampaikan Shidiq di Jakarta, Rabu, menanggapi pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan yang akan meminta UE tidak mewajibkan memiliki SHT bagi kapal di bawah 60 Gross Ton (GT) asal Indonesia.
Produk dari kapal-kapal penangkap ikan bergross ton kecil lebih banyak untuk konsumsi di dalam negeri, maka menurut Shidiq, UE seharusnya tidak perlu meminta sertifikasi.
"Yang produknya untuk ekspor itu kan dari kapal-kapal besar, jadi tidak perlu khawatirlah soal sertifikasi ini," ujar dia.
Menurut dia, ekspor perikanan Indonesia ke Uni Eropa hanya sekitar 120.000 ton atau 15 persen dari total ekspor 800.000 ton per tahun.
Sedangkan hasil tangkapan nelayan Indonesia per tahun mencapai 5,7 juta ton dan yang diekspor ke UE hanyalah sebagian kecil.
Sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi mengatakan akan meminta keringanan bagi kapal-kapal ikan di bawah 60 GT agar tidak perlu memberikan laporan hasil tangkap untuk kepentingan SHT UE.
"Yang 60 GT ke bawah kita minta untuk dibebaskan dulu. Biar industri yang menampung hasil tangkapan mereka yang melaporkannya untuk sertifikasi," ujar Freddy.
Sertifikasi Hasil Tangkapan yang akan diberlakukan Uni Eropa pada tanggal 1 Januari 2010. Setiap hasil perikanan yang masuk ke UE harus memiliki SHT sebagai bukti bahwa produk tersebut bukan produk ilegal.
Karena itu, persyaratan bahwa setiap kapal tangkap, agen atau pengepul ikan, hingga industri pengolahan harus melaporkan asal muasal ikan harus dipenuhi ntuk memperoleh SHT UE tersebut.
Komisi UE sendiri dalam kebijakannya akan menghentikan impor dari negara yang produk perikanannya ilegal atau tidak dapat terlacak asal-usulnya.
(*)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009