Untuk ekonomi dengan indikator yang ada sampai Mei 2020 bisa dipastikan pertumbuhan kuartal II terkontraksi. Petanyaannya besar seberapa dalam
Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto berharap adanya pergeseran puncak panen raya yang terjadi pada April hingga kuartal II akan mampu menahan laju kontraksi ekonomi Indonesia pada kuartal II 2020.
Hal itu berdasarkan pengamatan BPS menggunakan kerangka sampel area yang mencatat produksi padi pada kuartal II mengalami kenaikan sekitar 6 persen hingga 7 persen.
“Pergeseran puncak panen raya terjadi pada April dan kuartal II. Dari hasil pengamatan BPS dengan kerangka sampel area produksi padi kuartal II naik 6 persen sampai 7 persen jadi diharapkan agak menahan laju kontraksi,” katanya dalam Raker bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin.
Suhariyanto menyatakan sebenarnya kontraksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II tahun ini tidak bisa dihindari karena melihat beberapa indikator hingga Mei 2020 namun masih bisa ditahan.
“Untuk ekonomi dengan indikator yang ada sampai Mei 2020 bisa dipastikan pertumbuhan kuartal II terkontraksi. Petanyaannya besar seberapa dalam,” ujarnya.
Ia menyebutkan salah satu indikator adalah realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal I yang hanya mampu mencapai di level 2,97 persen ditunjang oleh pelemahan pada enam sektor.
Ia mengatakan khusus untuk perlambatan pertumbuhan di sektor pertanian pada kuartal I terjadi akibat adanya pergeseran puncak panen raya.
Indikator berikutnya adalah penurunan penjualan mobil yang dari April hingga Mei 2020 telah mencapai 93,21 persen dibandingkan periode sama tahun lalu.
Tak hanya mobil, penurunan juga terjadi pada penjualan motor yang hingga April telah mencapai 79,31 persen sehingga ini merepresentasikan pelemahan pengeluaran masyarakat golongan menengah ke bawah.
Kemudian, impor bahan baku yang dari April sampai Mei 2020 terjadi penurunan 30,63 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu dengan PMI Manufaktur juga masih berada di level 27,5 pada April dan 28,6 pada Mei.
“Meski ada kenaikan sedikit pada Mei 28,6 tapi jauh dari 50 di mana kondisi yang diinginkan,” ujarnya.
Suhariyanto menilai gambaran buram turut terjadi dari sisi pengeluaran dengan seluruh komponen mengalami penurunan cukup dalam pada kuartal I, khususnya konsumsi rumah tangga yang turun dari 5,02 persen di kuartal I 2019 ke 2,84 persen di kuartal I tahun ini.
“Penyebabnya penurunan dalam untuk non makanan konsumsinya drop 4,7 persen ke 1,38 persen karena penurunan konsumsi pakaian, alas kaki, transportasi, komunikasi, penjualan motor dan mobil,” katanya.
Ia menuturkan nilai transaksi elektronik seperti kartu kredit dan debit mengalami kontraksi sangat dalam yaitu turun 1,07 persen pada kuartal I 2020 menjadi 18,96 persen untuk periode April hingga Mei.
Selanjutnya, jumlah penumpang angkutan udara yang pada kuartal I telah terkontraksi 13,62 persen dan sekarang lebih dalam penurunannya yakni 87,91 persen juga menjadi indikator.
“Dengan memperhatikan indikator ini kita bisa perkirakan akan cukup dalam kontraksi pada kuartal II. Mudah-mudahan kuartal III kita bisa recovery,” katanya.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah mengejar pemulihan ekonomi dapat terjadi pada kuartal III dan IV 2020 setelah pada kuartal I dan II dipastikan terjadi kontraksi sangat dalam.
“Sekarang fokus dari pemerintah adalah mengejar agar kuartal III dan IV ekonominya bisa kembali pulih dari situasi kontraksi pada kuartal II,” katanya dalam kesempatan yang sama.
Baca juga: Kadin: Gencarkan kolaborasi quatro helix, atasi perlambatan ekonomi
Baca juga: Presiden umumkan 9 langkah cegah perlambatan ekonomi
Baca juga: OECD perkirakan pelambatan lebih lanjut ekonomi global 2019 dan 2020
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2020