IPM yang dibuat dengan mengacu data-data pembangunan manusia tahun 2007 itu menempatkan Indonesia pada ranking ke 111 dari 182 negara yang terdata.
"Angkanya masih lebih rendah dibandingkan IPM negara tetangga. Artinya, meskipun pemerintah sudah berusaha namun usahanya belum sebesar negara-negara tetangga karena IPM mereka naik bermakna," kata Rizal malik, Team Leader of Governance Unit UNDP.
Ia menjelaskan, pengukuran IPM mengacu pada tiga dimensi pembangunan manusia yakni kehidupan yang panjang dan sehat, kesempatan menikmati pendidikan dan hidup dengan standar yang layak (antara lain diukur dari daya beli dan pendapatan--red).
Peningkatan IPM tak bermakna yang membuat Indonesia berada di bawah negara-negara tetangga di kawasan Asia, menurut Rizal, antara lain terjadi karena investasi pemerintah dalam pembangunan kesehatan dan pendidikan masih rendah.
"Anggaran pemerintah lebih banyak dialokasikan untuk menggaji pegawai. Porsi untuk pembangungan kesehatan dan pendidikan masih rendah. Anggaran pendidikan yang baru-baru ini dinaikkan menjadi 20 persen pun alokasinya saya yakin lebih untuk gaji pegawai," jelasnya.
Hal itu, kata dia, membuat capaian target pembangunan kesehatan dan pendidikan yang dilihat dari peningkatan angka harapan hidup, angka melek huruf dan akses ke sarana pendidikan tidak sesuai harapan sehingga rangking IPM Indonesia masih berada di bawah negara-negara tetangga seperti Malaysia (66), Singapura (23), Filipina 9105), Thailand (87) dan bahkan Sri Lanka (102).
(*)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009
Masalahnya apakah ada solusi obyektif untuk perbaikannya, dan sepatutnya masyarakat yang peduli membentuk kelompok peduli IPM, melalui pencarian solusi obyektif.
Pemerintah dan UNDP harus berkeingunan untuk memfasilitasinya, agar angka sekitar 0.800 dalam 5 tahun kedepan bisa diraih.
Peran serta masyarakat terdidik sebagai potensi pembangunan jangan dinafikan, bisa jadi dari masyarakat terdidik akan lahir aktualisasi yang kongkrit dan konstruktif.