Menurut keterangan Sekjen Amerika Bersatu Lia Sundah Suntoso selaku host dan penggagas, acara itu diselenggarakan untuk menggalang dana bagi para seniman wayang di Wonogiri yang kehilangan mata pencaharian mereka akibat pandemi COVID-19.
Hadir pada acara ini Konsul Jenderal Republik Indonesia di San Fransisco Simon D.I. Soekarno, Ketua Umum AICEF Wayne Forrest, Ketua Umum Amerika Bersatu Ronny Rusli, dan sekitar 450-an penggemar wayang dari seluruh dunia termasuk dari Amerika Serikat, Indonesia, Eropa, Singapura, Jepang, Hong Kong bahkan sampai ke Australia dan New Zealand.
Pada sambutannya, Konjen Simon mengatakan bahwa ia menyambut baik penyelenggaraan acara ini.
"Meskipun kita tidak dapat berinteraksi secara langsung, kehadiran Bapak Ibu adalah sebuah bentuk apresiasi atas salah satu akar budaya Indonesia, secara khusus, wayang kulit dari Pulau Jawa," ujarnya.
Konjen Simon juga berharap para penonton akan tertarik untuk mengenal kesenian wayang kulit lebih lanjut setelah menyaksikan pertunjukan itu, sebuah pementasan pertama wayang kulit dengan kolaborasi jarak jauh secara virtual.
"Setahu saya, ini adalah pertama kalinya pertunjukan wayang diadakan dengan kolaborasi jarak jauh seperti ini," ujar Midiyanto yang juga adalah pendiri kelompok Gamelan Sari Raras di Berkeley, Amerika Serikat.
"Rekaman kami laksanakan di dua tempat, yaitu di Amerika Serikat, dan musiknya live dari Solo," jelas Midiyanto, yang juga pada saat ini mengajar di University of California, Berkeley. Ia adalah satu dari segelintir dalang Indonesia di Amerika Serikat.
Panitia juga secara khusus mengucapkan terima kasih pada tim dari ISI Surakarta antara lain Hanggoro Murti, Daniel Satyaki, Sony Nyos, dan sinden Riski Ainanda Utami, serta bantuan teknis yang diterima dari Indonesian Muslim Society of America (IMSA).
Wayne Forrest yang juga penggemar wayang mengatakan, “AICEF mendukung penuh kolaborasi antara seniman asal Indonesia, baik yang berada di Indonesia dan di Amerika Serikat. Saya sangat terkesan melihat kolaborasi virtual yang bagi saya sangat visioner,” tandasnya.
Adapun lakon yang dipertunjukkan berjudul “Hanoman the Messenger,” atau “Hanoman Sang Duta,” yang telah diadaptasi secara khusus menjadi pertunjukan pendek, disertai pesan khusus untuk terus waspada, namun optimis, dalam menghadapi pandemi ini.
Pada kesempatan itu Lia berharap acara ini tidak hanya akan diselenggarakan pada saat pandemi saja.
“Kami pernah bercita-cita untuk nanggap wayang sebulan sekali di Galeri kami di Jakarta. Tujuannya, untuk menjadikan wayangan hiburan mainstream seperti nonton musik di kafe. Sayangnya, hal ini tidak terlaksana karena kurangnya peminat,” ujar Lia yang juga istri dari musisi legendaris Indonesia James F. Sundah.
“Karena sekarang semua serba virtual, saya optimis ide saya ini bisa hidup lagi,” ujarnya.
Sampai akhir acara, dana yang terkumpul telah mencapai $2,500 atau setara sekitar 35 juta rupiah. Detail rekening untuk donasi dapat dilihat di Instagram Amerika Bersatu di @AmerikaBersatu.
Baca juga: Kemendikbud dan Google Institute digitalisasi wayang
Baca juga: Bali jadi tuan rumah Festival Wayang Internasional 2020
Pewarta: Azis Kurmala
Editor: Gusti Nur Cahya Aryani
Copyright © ANTARA 2020