London (ANTARA News) - KBRI Brussel bekerjsama dengan Rita Heselmans dan Gerda Nusa Indah dan PPI-Leuven, Belgia menyelenggarakan Malam Mengenang Rendra dan Mengingat Sumatera Barat di kota Leuven, Belgia, Minggu malam.
Duta Besar RI untuk Belgia, Luksemburg, dan Uni Eropa, Nadjib Riphat Kesoema bersama Ny Nino Riphat di dampingi Minister Counsellor Pensosbud/Diplik KBRI Brussel P.L.E.Priatna, membuka acara Tribut Untuk Rendra dengan pembacaan puisi Rendra.
Didi Petet, aktor nasional kita membaca "Blues untuk Bonnie", diiringi grup musik hijau "Lungsuran Daur" meramaikan pembacaan puisi Rendra yang sarat dengan persoalan kemasyarakatan.
Kehadiran Didi Pete membuat suasana semakin hidup. Pembacaan puisi Rendra, di tengah simpati kepada korban gempa Sumatera Barat ini dihadiri masyarakat Indonesia, pelajar, simpatisan, dan kawan-kawan Rendra di Eropa.
Sebelum acara dimulai, Duta Besar RI untuk Brussels, Nadjib Riphat Kesoema mengajak hadirin peserta untuk menundukkan kepala, mengheningkan cipta dan mendoakan kepada korban gempa agar arwah saudara kita diterima disisi Allah SWT.
Acara mengenang Rendra sekaligus mengingat korban gempa Sumatera Barat mendapat respons cukup luas dari berbagai kalangan untuk segera bersama mengumpulkan bantuan meringankan beban saudara kita yang tertimpa bencana.
Acara yang berdurasi hampir dua jam ini, diisi serangkaian pembacaan puisi maestro penyair Indonesia yang belum lama meninggal dunia, testimoni dari kawan dan saksi sejarah pemikiran dan perjuangan si burung Merak Rendra.
Pada malam itu, Nurita Syah, membacakan puisi Sajak Doa Orang Lapar, yang terasa menggetarkan dan menyentuh.
Komtemplasi kedalaman syair dan puisi Rendra, tidak hanya karya-cipta budaya tapi juga inspirasi dan pergulatan intelektual yang visioner, yang telah menjadi kekayaan dan aset bangsa kita, ujar Dubes, Nadjib Riphat Kesoema.
"Saya sebagai saksi sejarah selalu bergetar mendengar puisi Mas Willy, yang bagi aktivis kampus di tahun 1978 menjadi inspirasi dan pendorong perjuangan mahasiswa. Puisi sebatang lisong, yang dibaca di hadapan ribuan mahasiswa Bandung tahun 1978 adalah sebuah contoh yang tidak mungkin terlupakan, ujarnya.
Rendra dengan kelincahan dan kedalaman kata menjadi kekuatan intelektual yang sarat dengan pergulatan persoalan masyarakat. Pemikirannya yang tertuang dalam puisinya sangat relevan untuk terus kita kenang, di tengah kita mendapatkan banyak cobaan dan bencana. Kebersamaan dan nilai kemanusiaan adalah keutamaan bagi sebuah jadi diri, demikian Koordinator Fungsi Pensosbud KBRI Brussel, PLE Priatna.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009