Tidak tepat jika masuk SMK hanya untuk mendapat ijazah dan kerja. Sebaiknya masuk SMK untuk mendapatkan kompetensi.
Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Wikan Sakarinto mengingatkan para siswa agar tidak menjadikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai pilihan kedua.
"Agar outputnya baik, maka inputnya pun harus baik. Siswa baru SMK harus memiliki 'passion' dengan pendidikan vokasi, masuk SMK jangan dijadikan pilihan kedua," ujar Wikan dalam telekonferensi di Jakarta, Ahad.
Siswa SMK hendaknya harus mengetahui visinya seperti apa. Tidak tepat jika masuk SMK hanya untuk mendapat ijazah dan kerja. Sebaiknya masuk SMK untuk mendapatkan kompetensi.
Baik ijazah maupun kompetensi memiliki perbedaan. Ijazah hanya menunjukkan siswa sudah belajar apa, sedangkan kompetensi dan ijazah adalah siswa sudah bisa apa atau kemampuan apa yang dimiliki oleh siswa SMK.
Baca juga: Kemendikbud: 'Passion' pendidikan vokasi akan lahirkan kompetensi
"Perpaduan antara kompetensi baik itu kemampuan teknis (hard skill) dan kemampuan nonteknis (soft skill) serta sikap jujur, memiliki moral dan berintegritas merupakan syarat SDM unggul dan kompeten," jelas dia.
Wikan menambahkan ke depan, kemampuan nonteknis sangat berpengaruh. Hal itu dikarenakan kemampuan teknis terus mengalami perubahan karena perkembangan teknologi.
Kemendikbud mencanangkan "pernikahan massal" antara pendidikan vokasi dan industri. "Pernikahan massal" merupakan penguatan dari "link and match" pendidikan vokasi dan industri.
Kerja sama yang dilakukan tidak hanya sekedar penandatanganan di atas kertas atau nota kesepahaman (MoU), melainkan harus intensif dan erat. Mulai dari pembuatan kurikulum yang dirancang bersama, tenaga pengajar dari industri, program magang yang dirancang sejak awal, komitmen bersama, hingga pelatihan dan peningkatan kompetensi guru menjadi sesuatu yang wajib.
Baca juga: Kemendikbud minta kampus dan industri formulasikan kerja sama vokasi
"Intinya adalah alasan lulusan SMK atau vokasi itu harus kompeten. Kompetensi itu, aku bisa apa dan aku mampu apa. Bukan hanya ijazah saja, tapi juga harus memiliki kompetensi," jelas dia lagi.
Jika menganalogikan proses pendidikan vokasi, lanjut dia, maka tujuannya menghasilkan output atau lulusan yang memiliki kompetensi. Sehingga outcome atau hasil akhirnya membuat kepuasan dunia industri dengan kompetensi lulusan SMK.
"Misal industri itu inginnya nasi pecel, tapi inginnya nasi pecel yang istimewa, yang kinerjanya baik. Untuk itu perlu kolaborasi yang baik, mulai dari resep dibikin bersama, dimasak bersama, dicobain bersama, label bersama, hingga dinikmati bersama," terang Mantan Dekan Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada itu.
Untuk SMK, Kemendikbud akan membuat inovasi dengan membuat program SMK fast track yang lama belajarnya empat dan 4,5 tahun. Program itu merupakan kolaborasi SMK, perguruan tinggi dan dunia industri. Untuk program 4,5 tahun misalnya setara dengan diploma dua, yang mana lama belajarnya sembilan semester yang terdiri dari semester satu hingga lima di SMK, semester enam itu praktik kerja industri. Kemudian semester selanjutnya di perguruan tinggi, dan semester delapan dan sembilan magang di industri baik di dalam maupun luar negeri.
Baca juga: Kemendikbud luncurkan gerakan "pernikahan massal" vokasi dan industri
Pewarta: Indriani
Editor: Rolex Malaha
Copyright © ANTARA 2020