Padang (ANTARA News) - Kartina Dahari, perempuan usia 39 tahun itu terlihat hanya asyik mengemasi sisa-sisa kain, perabotan yang masih bisa diselamatkan setelah guncangan sekitar lima hingga tujuh menit akibat gempa bumi hebat berkekuatan 7,9 SR kedalaman 71 KM arah 53 KM Barat Daya Pariaman, Sumbar itu.

Sesekali raut wajah kuyu itu terlihat lemas dan pasrah memikirkan nasibnya. Betapa tidak, rumahnya termasuk satu dari 83.172 ribu unit rumah yang dikategorikan rusak berat di Kota Padang, Sumbar.

Entah kemana dia akan berteduh, setelah guncangan beberapa menit itu sekejap meluluhlantaknya rumah permanen miliknya dan juga sejumlah perabotannya.

Bahkan, baju-bajunya saja kini masih banyak yang tidak terselamatkan karena terperangkap di lantai dua rumahnya yang sulit untuk diambil karena banyak balok kayu yang menghimpitnya.

Jika dipaksakan, mungkin akan terjadi gempa kedua dan dirinya bisa terhimpit.

"Tapi sudahlah soal baju itu," katanya, yang kini menjadi beban pikirannya adalah bagaimana lagi akan menyambung hidupnya ke depan.

"Gempa itu sudah membuat harta benda saya ludes semuanya termasuk pakaian, yang tersisa hanya beberapa lembar saja sebagai pengganti kain," katanya dengan nada prihatin.

Kartina Dahari, selain korban gempa juga merupakan golongan keluarga miskin yang ketika terjadi pendataan bantuan langsung tunai beberapa waktu lalu terdaftar.

Kini gempa sudah membuatnya bertambah miskin dan papa serta hampir tidak memiliki apa-apa.

Kartina Dahari tiap harinya berjualan lontong, yakni satu jenis makanan terdiri dari ketupat yang dimakan dengan hidangan berkuah santan.

Dia berjualan lontong tersebut dibantu suaminya dan kedua adiknya. Sementara suaminya adalah buruh di Pasar Gadang, satu lokasi pusat penjualan rempah dan hasil perkebunan di Kota Padang Sumbar.

Di Pasar Gadang itu, terdapat sejumlah bangunan tua yang ikut roboh akibat gempa yang mengguncang Sumbar pada Rabu (30/9) sore termasuk rumah Kartina Dahari.

Pada hari kelima pasca gempa itu Kartina sudah mulai kembali berjualan lontong. Modalnya diperoleh dari pinjaman tetangganya yang prihatin melihat kondisi rumahnya.

"Hari ini saya mulai kembali berjualan mengumpulkan uang karena tidak ingin terlalu larut setelah gempa itu," katanya dan menambahkan jualannya belum banyak yang laku karena sebagian besar orang di sekitar itu masih belum berfikir membeli lontongnya.

Dia mengatakan, cukup sulit memang mempersiapkan jualannya dengan kondisi yang prihatin itu, namun dia harus tetap berusaha.

"Kemaren saya hanya pegang uang Rp5 ribu saja, karena selama beberapa hari setelah gempa itu uang sudah habis untuk membeli aneka kebutuhan," katanya dan menambahkan harga-harga sangat melambung tinggi dari kondisi normalnya.

Sementara itu, bantuan asal pemerintah yang diharapkannya untuk bisa meringankan bebannya belum kunjung datang.

Dia bercerita, bahwa dirinya termasuk bersyukur karena hanya kehilangan harta bendanya, sedangkan warga yang lain kehilangan anggota keluarganya.

"Saya dan keluarga masih bersyukur karena selamat dari musibah ini, hentakan selama beberapa menit itu masih teringat jelas dan saya hingga kini maih trauma," katanya.

Dia mengaku memang masih belum bisa menghilangkan traumanya secara utuh. Ketika ada guncangan sedikit saja, sudah disangka gempa susulan lagi, ketika mendengar bunyi sirine jantungnya berdegup kencang.

"Padahal hanya anak saya yang menggoyang meja ini, saya sudah terkejut, karena berfikir ini gempa," katanya.

Padahal menurut dia, dirinya baru saja berhasil menghilangkan traumanya dari gempa tahun 2006 dan awal 2007.

"Mungkin saya orangnya jantungan, pokoknya setiap ada guncangan saya pikir itu gempa, baru selesai trauma itu, Rabu sore itu justru lebih hebat.

Dia bercerita ketika gempa itu terjadi sedang di rumah bersama anak-anaknya dan saat gempa itu dirinya langsung berlarian ke luar rumah menyematkan diri.

Dia berpelukan dengan suami dan anaknya sambil terhempas ke aspal, yang sakitnya hingga kini masih terasa.

Dalam keadaan panik itu, dengan mata kepalanya terlihat bangunan gudang komoditi yang berada di dekat rumahnya itu rubuh karena dasyatnya guncangan gempa itu.

"Bunyinya sangat keras, saya tidak bisa lagi membayangkannya, sangat menakutkan," katanya.

Kini saat itu sudah berlalu. Hari kelima ini dia mulai memikirkan tentang masa depannya. Tiap hari dia menyetel radio dan mendengar informasi gempa bahwa pemerintah masih fokus pada evakuasi ratusan warga yang masih tertimbun di reruntuhan.

"Mungkin saya memang harus sedikit bersabar dengan adanya musibah ini, mudah-mudahan ada jalan keluar," katanya.

Kini Kartina hanya bisa berharap bantuan yang dijanjikan pemerintah itu yang entah sampai kapan datang ke rumahnya.

"Saya sudah di data namun belum ada realisasi," katanya.

Saya masih bingung, akunya, entah bagaimana membiayai anak sekolah, entah dimana akan tinggal dan entah bagaimana menyambung hidup lagi.

"Saya berjualan ini hanya untuk pembeli beras, belum akan bisa ditabung untuk keperluan lainnya," katanya.

Sementara, untuk memperbaiki rumahnya masih sangat jauh dan belum terfikirkan olehnya.

"Untuk biaya sehari-hari saja entah dari mana akan dicarikan," katanya dengan mata berkaca-kaca.


Korban Tewas Bertambah

Jumlah korban tewas yang telah ditemukan akibat gempa 7,6 di Sumatra Barat (Sumbar) hingga Minggu telah bertambah menjadi 603 orang.

Data resmi jumlah korban dan kerusakan akibat gempa yang dikutip dari Sarkorlat Penanggulangan Bencana Pemprov Sumbar, korban tewas sebanyak 603 orang, korban luka berat (412 orang), korban luka ringan (2.570 orang), warga hilang (343 orang), rumah rusak berat (83.172 unit), Rumah rusak sedang (64.145 unit), rumah rusak ringan (32.312 unit).

Gubernur Sumbar, Gamawan Fauzi, di Padang, Minggu mengatakan jumlah korban tewas akbat gempa itu terus bertambah karena tim evakuasi sudah berhasil menyelamatkan korban di sela reruntuhan bangunan hotel dan kursusan di Kota Padang.

Jumlah korban terbanyak itu berada di Kabupaten Padang Pariaman, Kota Padang dan Agam.

Dia mengatakan, untuk upaya penanggulangan bencana gempa itu, kini pemerintah masih fokus untuk menangani korban yang masih tertimbun reruntuhan akibat gempa itu.

"Berdasarkan informasi, masih banyak warga yang tertimbun di sela reruntuhan itu, kini prioritas utama kita masih menyelamatkan warga itu," katanya.

Dia mengaku prihatin terhadap kondisi tersebut, namun warga Sumbar harus tetap tabah.

"Semua ini ujian dari Allah dan mudah-mudahan ada hikmahnya," katanya.(*)

Oleh Oleh Abna Hidayati
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009