Jayapura (ANTARA News) - Sebanyak 31 nelayan Indonesia yang ditangkap Angkatan Laut Negara Papua Nugini (PNG) karena terbukti memasuki wilayah negara itu secara ilegal (illegal entry) sekaligus melakukan pencurian ikan (illegal fishing) kini sedang menjalani hukuman sesuai keputusan Pengadilan PNG.
Hal itu disampaikan Kepala Badan Perbatasan dan Kerjasama Luar Negeri (BPKL), Berty Fernandez kepada ANTARA di Jayapura, Minggu sehubungan dengan telah digelarnya sidang pengadilan terhadap 31 nelayan asal Provinsi Papua yang tertangkap Angkatan Laut PNG pada 9 September lalu.
"Pengadilan PNG telah menggelar sidang dan menjatuhkan hukuman kepada 31 nelayan itu. Mereka terbukti illegal entry dan illegal fishing di wilayah negara tetangga PNG.Kita menghormati keputusan pengadilan negara itu dan berharap, kejadian seperti ini tidak terulang kembali pada masa yang akan datang," kata Berty.
Dia menjelaskan, 31 nelayan itu terdiri atas 30 nelayan dewasa dan satu nelayan yang masih berusia 15 tahun.
Pengadilan PNG menggelar dua kali sidang atas kasus tersebut. Sidang pengadilan berlangsung di Vanimo pada 28 September dan 30 September lalu.
Menurut UU PNG, pelanggaran terhadap hukum di bidang perikanan dianggap sangat serius, sehingga hanya hakim tingkat lima saja yang bisa memimpin persidangan tersebut.
Pada persidangan tersebut dibacakan tuntutan kepada 31 nelayan Indonesia itu yang menyatakan bahwa mereka semua telah melanggar UU Keimigrasian dan UU Perikanan PNG yaitu telah melakukan illegal entry dan illegal fishing.
Khusus untuk enam orang nahkoda kapal, penuntut menambahkan satu tuntutan tambahan yaitu telah bertanggungjawab mengajak para anak buah kapal (ABK) untuk menangkap ikan di perairan PNG tanpa memiliki izin dari Pemerintah PNG.
"Pada persidangan tersebut, para nelayan itu mengaku bersalah. Mereka telah melakukan illegal entry dan illegal fishing," kata Berty Fernandez.
Kepada enam nahkoda kapal, hakim PNG memutuskan, setiap nahkoda didenda 53.500 Kina atau Rp187.250.000. Apabila mereka tidak sanggup membayar denda tersebut maka dikenakan kurungan badan selama 18 bulan penjara.
Sedangkan anak di bawah umur atas nama Asdang Rusman yang ketika ditangkap Angkatan Laut PNG berada di Kapal Jaring Samudera diputus bebas oleh hakim PNG tanpa dikenakan tuntutan apapun dengan pertimbangan bahwa yang bersangkutan masih di bawah umur, belum pernah melakukan tindakan kejahatan di wilayah PNG dan sudah menjalani masa tahanan sambil menunggu proses persidangan.
Para nelayan ini pada 9 September 2009 memasuki wilayah perairan PNG dan ditangkap Angkatan Laut PNG dan selanjutnya diserahkan kepada Kepolisian PNG.
Terdapat enam unit kapal nelayan yang ditangkap yaitu Kapal Bola Api dari Hamadi Pantai, Jayapura dengan nahkoda Abdu Rahman disertai dua ABK yaitu Izrul dan Waris.
Selain itu Kapal Bidara dari Hamadi Pantai, Jayapura dengan nahkoda Azis ditemani Iwan dan Saiful, Kapal Padaidi dari Hamadi Pantai, Jayapura dengan nahkoda Abbas dan dua rekannya Agus dan Yusup, Kapal Puncak dari Hamadi Pantai,Jayapura dinahkodai Imsak ditemani Rusli dan Allang.
Kapal Gunung Siklop dari Hamadi Pantai, Jayapura dengan nahkoda Dg.Bali disertai ABK Dg Ngaile, Sapar, Ikka, Israhmat, Darwis,Sau dan Adi, Kahar dan Supriadi, Kapal Jaring Samudra dari Mandala, Jayapura dengan nahkoda Adir disertai ABK Irwan, Jumrin, Ipul, Asdang, Juma, Suding, Hairul dan Kaso.
Ketika disergap Angkatan Laut PNG, seorang nelayan di kapal Jaring Samudra atas nama Nasrur berusaha lari dengan menceburkan diri ke laut dan sampai saat ini belum diketahui nasibnya.(*)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009