Padang (ANTARA News) - Tubuh Ratna Virgosari (20), terbaring lemas di Ruang I, kamar B-1, Rumah Sakit Dr Reksodiwiryo Padang, Sabtu siang. Ia merupakan satu dari dua korban yang berhasil diselamatkan tim evakuasi dari bawah Kampus Sekolah Tinggi Bahasa Asing (STBA) Padang yang ambruk akibat gempa bumi, Rabu (30/9), pada pukul 17.18 WIB.
Mahasiswi semester III STBA Prayoga yang akrab disapa Sari itu, baru bisa dikeluarkan dari bawah bangunan berlantai empat yang ambruk total tersebut pada pukul 13.15 WIB.
Bersama dia, juga diselamatkan dosennya, Suci (30), pada pukul 15.30 WIB. Sementara 17 teman-teman satu kelas Sari, tewas dan hingga Sabtu pagi masih terperangkap di bawah bangunan.
Sambil terkantuk-kantuk, Sari yang kedua kakinya membiru karena ditimpa beton, menceritakan pengalamannya selama 43 jam 57 menit di bawah reruntuhan.
Pada Rabu naas itu, Sari sedang mengikuti materi kuliah Listening III dari dosennya, Suci, di ruang labor bahasa, di Lantai III STBA Prayoga.
"Tiba-tiba terjadi gempa besar. Kami semua lari ke arah tangga melewati ruangan pustaka. Waktu itu, saya menyaksikan dengan mata kepala sendiri tangga jatuh," kata dia.
Sari dan semua teman-temannya panik. Mereka ambruk bersama bangunan kampus yang dibangun pada 2000 itu.
"Pada Rabu malam hingga Kamis subuh, kami semuanya masih hidup dan terjepit dalam reruntuhan. Terakhir, bersama saya masih hidup lima orang," ungkap Sari seraya menyebutkan, mereka saling berkomunikasi di bawah reruntuhan.
Mereka yang masih hidup selain Sari pada saat itu yakni Suci (dosen), Rido, Claudia, dan Chricencia.
"Rido merupakan yang terakhir meninggal. Dia sangat panik di bawah reruntuhan," ungkap gadis kelahiran 29 Juni 1989 itu.
Sari mengaku tidak bisa bergerak di bawah bangunan. Kedua kakinya terjepit beton besar yang runtuh. Tubuh teman-temannya yang meninggal, juga ikut menghimpit kedua kakinya.
Di bawah kepala Sari, ada bongkahan beton. Sedangkan dari atasnya, juga menjepit bongkahan reruntuhan gedung yang terletak di Jalan Veteran Padang itu.
Sari merupakan korban yang paling sering berteriak tatkala ada gerakan dari tim evakuasi dari atas.
"Kalau ada alat berat dari depan, Sari kesakitan karena semakin terjepit,"tuturnya.
Ia mengaku sempat kehausan pada Rabu malam. Namun untung di dalam tasnya masih tersisa setengah botol minuman.
"Di bawah reruntuhan itu, saya berbagi minuman dengan Suci," kata alumni SMA Xaverius Padang itu.
Walau air itu tak seberapa, namun sangat membantu keselamatan Sari dan Suci.
Menjerit-jerit
Ayah Sari, Syofian Virgo (62), menuturkan, pada Rabu sekitar pukul 15.00, Sari minta izin padanya untuk mengikuti kuliah hingga pukul 18.30. waktu setempat
Setelah terjadi gempa, Syofian sempat menanyakan Sari kepada ibunya. "Karena Sari tidak kunjung pulang, saya menyusulnya ke kampus yang sudah ambruk," ungkapnya.
"Kepada ibu Sari, saya sampaikan anak kita tertimpa reruntuhan,"kata Syofian yang tinggal di Jalan Kampung Nias III No 4 C Padang itu.
Ia menceritakan, pada Rabu sore hingga malam belum ada upaya pencarian. Walaupun ada pencarian, hanya dilakukan secara manual.
"Saya kemudian mencoba memanggil-manggil Sari. Tiba-tiba saya dengar dari balik reruntuhan ia menjawab. Sejak itu saya merasa masih ada harapan hidup bagi Sari," kata lelaki itu.
Ia mengaku sangat terbantu dengan keberanian anggota tim yang melakukan evakuasi.
"Mereka mencoba masuk ke dalam reruntuhan dan membawa minuman dan makanan untuk Sari," kata dia.
Sementara paman Sari, Hendra (41), mengatakan selamatnya Sari merupakan mukzizat dari Tuhan.
Pengusaha itu datang dari Pekanbaru pada Kamis pagi. Ia mengaku saat itu benar-benar kecewa karena tidak ada alat yang bisa dipergunakan untuk evakuasi kemenekannya.
"Saya lalu mendatangkan alat-alat dari Pekanbaru seperti genzet, kabel-kabel dan kunci," ujar dia.
Hendra sempat memprotes petugas evakuasi yang ingin memotong kaki Sari untuk mengeluarkannya dari jepitan beton.
"Saya melarang petugas memotong kaki Sari karena hal itu sangat membahayakan nyawanya. Padahal, beton yang menjepit itu bisa dihancurkan," kata dia. Akhirnya, kaki Sari tidak jadi dipotong, dan bisa diselamatkan dari reruntuhan.
Hendra menyatakan rasa salut atas keberanian Dedi, anak muda dari sipil dan tim TNI yang menerobos masuk ke bawah reruntuhan.
"Saya berterimakasih pada mereka yang telah menyelamatkan Sari, terutama pada Dedi, alumni STBA yang sangat berani masuk ke bawah reruntuhan walaupun dilarang," kata dia.
Dedi adalah alumnus STBA Padang BP 2003 dan telah diwisuda pada 2008. Ia merupakan salah satu pahlawan yang sukses menyelamatkan Sari dan Suci dari bawah reruntuhan.
"Saya masuk bersama anggota TNI dari bawah reruntuhan kampus setelah sejak Rabu mencoba mencari jalan untuk mengevakuasi korban," tutur Dedi (25), yang badannya penuh debu setelah keluar dari bawah reruntuhan.
Dedi mengaku tidak tega mendengar mahasiswa STBA dan dosen terhimpit kampus, sementara penyelamatan tak kunjung dilakukan saat itu.
Ia mengatakan penyelamatan Sari lebih sulit ketimbang Suci. "Kaki Sari terhimpit beton. Sedangkan Suci tidak hanya reruntuhan kecil yang menghimpitnya," kata Dedi.
Bersama Dedi, juga masuk ke bawah reruntuhan dua warga sipil lainnya, Taufik, dan Erwin. Sedangkan dari anggota TNI AD Batalion 133/YS masuk Lettu Inf Ridwan (Danton Kompi B), Lettu Inf Murdoyo, Irwansyah, Suwandi, Arif, Ridwan, dan Subarianto.
Paman Sari, Hendra, mengaku akan memindahkan perawatan Sari ke Pekanbaru untuk memastikan lebih terjaminnya perawatan kemenakannya. "Saya Sabtu siang ini akan bawa Sari ke Pekanbaru," katanya.(*)
Oleh Oktaveri
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009