Jakarta (ANTARA News) - Kalangan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menyatakan sikap menunda kehadirannya dalam sidang paripurna ke-3 MPR yang beragendakan pemilihan dan pelantikan pimpinan MPR setelah melihat kecenderungan jatah pimpinan mejelis adalah empat buat DPR dan satu untuk DPD.
Kepada pers di ruang wartawan DPR Jakarta, Sabtu malam, Wakil Ketua DPD Laode Ida dengan didampingi sejumlah anggota DPD diantaranya Aksa Mahmud (Sulsel) mengatakan bahwa sikap DPD untuk menunda kehadirannya dalam paripurna MPR itu diambil setelah melihat kecenderungan pimpinan MPR tidak mencerminkan perimbangan antara MPR dengan DPD.
"Ada kecenderungan konfigurasi pimpinan MPR itu adalah 4 : 1. Sementara DPD sudah mengambil sikap tegas dan menjadi harga mati bahwa formasi itu seharusnya 3 : 2," ujar Laode.
Menurut dia, keinginan kalangan anggota DPD untuk menunda kehadirannya tersebut didasarkan pada pertimbangan yang rasional.
Dikatakannya pula bahwa DPD merupakan satu kekuatan yang riil dan tidak boleh di fait accomply oleh pihak mana pun, termasuk DPR.
Dalam perhitungan DPD, jumlah 132 anggota DPD di MPR merupakan yang terbesar kedua setelah Fraksi Partai Demokrat MPR dan jika dibandingkan dengan fraksi lainnya yang hanya mempunyai 40 kursi di MPR dan mendapat jatah 1 kursi pimpinan, maka hal itu tidak mencerminkan adanya keadilan.
Laode juga mengatakan bahwa dengan ketidakhadiran kelompok DPD dalam sidang paripurna MPR itu, maka hal itu akan berdampak pada tidak konstitusionalnya berbagai putusan yang akan diambil MPR.
Namun demikian, Laode mengatakan pula bahwa kelompok DPD juga mempunyai paket alternatif untuk pimpinan MPR setelah berkomunikasi dengan sejumlah parpol lainnya di DPR, yakni PKS dan PKB.
Paket itu akan mengusung anggota majelis syura PKS Hidayat Nurwahid sebagai ketua MPR dengan formasi sebagaimana yang diinginkan kelompok DPD.
"Di sini kami tidak berjuang untuk diri sendirim tapi demi kepentingan bangsa yang lebih besar dan untuk sebuah entitas ke-Indonesiaan," ujarnya. (*)
Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009