Cianjur (ANTARA News) - Meskipun harga tiket pesawat mencapai Rp3 juta, tidak menyurutkan niat perantau asal Pariaman, untuk pulang ke Padang Sumbar, karena hingga hari Sabtu (3/10), perantau ini belum mendapatkan kepastian akan nasib keluarganya.
Irwan Tanjung (48) salah seorang perantau yang membuka toko di Cianjur, terpaksa membayar tiket untuk hari Selasa (6/10), sebesar 3 juta rupiah, guna mencari keberadaan keluarganya.
"Sampai saat ini saya tidak tahu bagai mana nasib orang tua dan sanak saudara di kampung. Telepon rumah atau telepon genggam, tidak bisa dihubungi,"kata perantau asli Padang Sago, Padang Pariaman.
Harapannya, hari ini, ia bisa berangkat pulang ke Pariaman, namun selain tiket yang mahal, pesawat penuh hingga tanggal 5 Oktober.
"Baru hari Selasa ke bagian pesawat, selain itu harga tiket juga melambung tinggi. Tapi tak masalah yang penting saya bisa pulang ke kampung," ucapnya.
Rencananya Irwan akan membawa ibu dan ayahnya ke Cianjur, seminggu setelah lebaran. Sehingga ia tidak mudik lebaran lalu, namun hingga hari ini, ia dan istrinya menyesal.
Pasalnya terakhir kali mereka bertemu kedua orang tuanya, tiga bulan yang lalu, saat orangtuanya ke Cianjur, untuk melihat cucunya yang baru lahir.
"Terakhir orang tua saya yang ke Cianjur, karena istri saya melahirkan anak kami yang ke tiga. Saya merasa bersalah tidak mudik lebaran kemarin," tuturnya.
Sementara itu, sebagian besar perantau asal Padang, Pesisir Selatan, Padang Pariaman dan Pariaman, mengaku masih cemas karena belum mendapatkan kabar dari kampung halamannya.
"Semua provider selular belum bisa di hubungi. Kami belum tahu bagai mana nasib keluarga kami, masih hidup atau entahlah," ucap Resmiwati (32) perantau asal Pesisir Selatan.
Rencananya puluhan perantau asal Sumatra Barat di Cianjur, akan pulang bersama dengan cara menyewa bus dan membawa mobil pribadi.
"Dalam satu dua hari ini, kami akan pulang bersama mencari keluarga dan membantu pencarian. Sebagian besar kaum laki-laki," kata Hasesdri (45) tokoh pemuda perantau Sumbar di Cianjur.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009
BOIKOT.. BOIKOT.. BOIKOT...